Maandag 17 Junie 2013

makalah yunani klasik

 Yunani Klasik
IAIN Warna2
Disusun oleh:
1.
Ade Mustika
:
12422002
2.
Agus Solikhin
:
12422005
3.
Dwi Juwita
:
12422024
3.
Emy Susanty
:
12422027

Dosen pembimbing:
Kms. Badaruddin, MA



Fakultas  Adab dan Humaniora
Jurusan ilmu perpustakaan A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
Tahun ajaran 2013

Daftar Isi

I.                   Daftar isi               ……………………………………………………………… 2
II.                Pendahuluan         ……………………………………………………………… 3
III.             Pembahasan         
1.      Socrates           …………………………………………………………….... 4
2.      Plato                ……………………………………………………………… 10
3.      Aristoteles       ……………………………………………………………… 15
IV.             Kesimpulan           ……………………………………………………………… 19
V.                Daftar Pustaka      ……………………………………………………………… 20













PENDAHULUAN

            Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta Keahrifan, arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata Filsafat, sebeb pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang Filosof untuk memperoleh Kearifan.
Aliran yang mengawali periode yunani klasik adalah Sofisme, kata Sofis berarti Arif atau Pandai,yaitu gelar bagi meraka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Namun pada zaman ini, kata Sofis berkaitan dengan orang yang pandai bicara, mempengaruhi orang dengan kepandaian berdebat. Sofis dalam gambaran yang di berikan para tokoh aliran ini terlihat jahat dan tidak memilki moral. Namun mereka sebenarnya memiliki jasa yang lumayan besar dalam perkembangan Filsafat. Dan ada beberapa pendapat orang terhadap aliran Sofisme yaitu ada yang menganggap bahwa aliran Sofisme sebagai aliran yang merusak dunia Filsafat. Dalam makalah ini akan dijelaskan tokoh – tokoh filsafat pada zaman Yunani Klasik, diantarannya adalah Socrates, Plato, dan Aristoteles.









                                                            PEMBAHASAN
A.    Socrates
1.      Socrates dalam Konteks Zamannya
Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah seorang bidan. Socrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Pada usia masih muda ia berbalik dari filsafat alam dan mulai mencari jalannya sendiri. Kemudian Sokrates masuk menjadi hoplites, dimana pada masa tersebut hanya orang yang memiliki tanah saja yang dapat ikut menjadi hoplites. Tetapi, dia menjadi miskin karena ia hanya mengutamakan keaktifannya sebagai filsuf. Kemudian ia menikah dengan Xantippe. Pandangan popular yang melukiskan wanita ini dengan ciri – ciri tiranik tidak mempunyai dasar historis. Ia dikaruniai tiga anak laki – laki, dua diantara mereka masih kecil pada waktu kematiannya. Bertentangan dengan para sofis, Socrates tidak meninggalkan kota asalnya kecuali tiga kali ketika ia memenuhi kewajiban sebagai warga Negara di medan perang. Dalam pertempuran ia menonjol karena keberaniannya. Pada tahun 406 – 405 Socrates adalah anggota panitia pengadilan yang mempersiapkan perkara terhadap beberapa jenderal dan pada kesempatan ini ia memprotes dengan sangat prosedur yang tidak legal. Socrates diadili dan dijatuhi hukuman pada umur tujuh puluh tahun karena dituduh merusak orang – orang muda Athena. Tampaknya, ia tidak pernah menulis apapun, namun ia tetap dianggap sebagai filsuf yang paling dikenang dan berpengaruh. Pencarian paradigmatis Socrates untuk menemukan kebaikan manusia dan kepercayaannya bahwa “kehidupan yang tidak diperiksa atau tidak direfleksikan itu tidak pantas untuk dijalani” terus menjadi pedoman bagi banyak orang.





2.      Sumber – sumber Sokrates
Ada empat sumber yang terpenting dalam semua usaha kepribadian dan ajaran Socrates:
a.       Aristophaes
Aristophane adalah pengarang komedi ternama di Athena, yang hidup pada waktu Sokrates. Komedi – komedi pada abad ke-5 membicarakan dengan lucu peristiwa – peristiwa aktual, tokoh – tokoh dan pikiran – pikiran yang lazim dikalangkan para penonton di Athena. Dalam dua karya komedi ia menyebut Sokrates, yaitu komedi – komedi yang berjudul Burung – burung dan katak – katak; dan dalam komedi yang bernama Awan – awan yang untuk pertama kalinya dipentaskan pada tahun 423, Sokrates adalah pelaku utama.
b.      Xenophon
Sekitar tahun 430 Xenophon lahir di Athena dari keluarga bangsawan. Beberapa waktu itu termasuk pengikut dari Sokrates. Xenophon berlaku sampai tahun 401, sebab pada waktu itu ia meninggalkan kota Athena, untuk ikut serta dalam perjalanan militer Kryos Muda, putera raja Parsi Darios II. Xenophon menulis beberapa karangan , dimana Socrates mempunyai peranan. Semua karangan ini ditulis pada tahun – tahun terakhir hidupnya (360-350). Karangan yang terpenting adalah Memorabilia (“kenang – kenangan akan Sokrates”), yang meliputi berbagai macam tulisan kecil mengenai Sokrates antara lain beberapa percakapan Sokrates dengan kawan – kawan sewaktu – waktu.
c.       Plato
Plato lahir pada tahun 428 di Athena. Rupanya ia mengenal Socrates sejak ia masih kanak – kanak dan ia termasuk kalanagan Socrates sampai kematiannya pada tahun 399. Plato mengarang dialog – dialog. Dalam semua dialog itu, kecuali satu yang berjudul Nomoi, Socrates bercakap – cakap dengan sahabat – sahabatnya dan orang – orang lain. Dalam kebanyakan dialog, Socrates adalah pelaku yang utama. Kalau kita memperhatikan cara Plato melukiskan gurunya, sudah nyata bahwa ia menaruh kekaguman. Plato menganggap Socrates sebagai filsuf istimewa, yang dengan tidak henti hentinnya mencari kebenaran, karena ia berkeyakinan bahwa hanya pengetahuan tantang “yang baik” dapat menghantar manusia kepada kebahagiaan.
d.       Aristoteles
Aristoteles lahir 15 tahun sesudah Sokrates meninggal. Jadi, dalam karangan – karangannya kita tidak boleh mencari kesaksian langsung mengenai Sokrates. Tetapi itu tidak berarti bahwa Aristoteles tidak sanggup memberikan informasi yang sangat berguna untuk memcahkan masalah – masalah historis yang menyangkut Sokrates. Dalam konteks ini beberapa kali ia menyinggung juga ajaran Sokrates. Aristoteles beberapa kali menekankan bahwa teori mengenai idea – idea berasal dari Plato dan belum terdapat dalam Sokrates. Dalam beberapa dialog Plato, teori ini dikemukakan oleh Sokrates yang bertindak sebagai pelaku utama dalam dialog – dialog tersebut. Data – data mengenai kehidupan Sokrates jarang ditemui dalam kalangan – kalangan Aristoteles.
3.      Ajaran Sokrates
Sebagaimana para sofis, Socrates pun berbalik dari filsafat alam. Sebagaimana juga para sofis, Socrates pun memilih manusia sebagai objek penyelidikannya dan ia memandang manusia lebih kurang dari segi yang sama seperti mereka, sebagai makhluk yang mengenal, yang harus mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi ada satu perbedaan yang penting sekali antara Sokrates dan kaum Sofis, yaitu Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak memandang keyakinan Socrates itu dari sudut “kebenaran” saja, karena dengan itu barangkali kita menampilkan kesan seakan – akan Sokrates mencurahkan pemikirannya dalam bidang teoritis.


1)      Metode
Metode ini bersifat praktis dan dijalankan dalam percakapan – percakapan. Socrates tidak menyelidiki fakta – fakta melainkan ia menganalisa pendapat – pendapat atau tuturan – tuturan yang dikemukakan orang. Setiap orang mempunyai pendapat – pendapat tertentu . Metode Socrates yang diuraikan diatas biasanya disebut “dialektika”, karena dialog atau percakapan mempunyai peranan hakiki di dalamnya. Dalam suatu kutipan yang terkenal dari dialog Theaitetos, Socrates sendiri mengusulkan nama lain untuk menunjukan metodennya, yaitu maieutike tekhne (seni kebidanan). Seperti ibunya adalah seorang bidan, demikian tugas Sokrates dapat dibandingkan dengan pekerjaan seorang bidan. Tetapi ia tidak menolong badan bersalin, melainkan ia membidani jiwa – jiwa.
Aristoteles mengatakan bahwa Sokrates telah menemukan “induksi”. Dalam logikannya Aristoteles mempergunakan istilah “induksi” untuk memacu ke proses pemikiran dimana akal budi manusia, dengan bertolak dari pengetahuan tentang hal – hal yang “khusus”, menyimpulkan pengetahuan yang “umum”. Dan memamng itulah yang dilakukan oleh Sokrates. Ia bertitik tolak dari contoh – contoh kongkrit dan dari situ ia hendak menyimpulkan sesuatu yang umum. Tetapi, Sokrates sendiri tidak mendefinisikan gambar – gambar matematis melainkan sifat – sifat yang menyangkut tingkah laku manusia. Dengan demikian ia mengandalkan bahwa keutamaan seperti keadilan, keberanian dan lain sebagainya mempunyai suatu hakekat yang tetap. Dalam hal ini ia berbalik dari sofis – sofis seperti Protagoras yang menganut suatu relativisme dengan menganggap bahwa adil tidaknya dan berani tidaknya sesuatu tergantung pada manusia saja, karena manusia adalah ukuran untuk segala sesuatu.
2)      Etika
Sokrates memperhatikan soal – soal praktis dalam hidup manusia. Dengan kata lain, Sokrates mencurahkan perhatiannya pada cabang filsafat yang disebut “etika”.
Dalam Apologia, Sokrates menerangkan kepada hakim – hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan para warga Negara Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan bukan kesehatan, kekayaan, kehormatan atau hal – hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa. Menurut Sokrates, tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwannya menjadi sebaik mungkin. Sokrates menambah arti baru pada kata “jiwa” (physke), yang sejak waktu itu diterima umum dalam bahasa Yunani, yaitu jiwa sebagai intisari kepribadian manusia. Tingkah laku manusia hanya dapat disebut “baik”, jika dengan itu ia berusaha supaya manusia menurut intisarinnya dan bukan menurut salah satu aspek lahiriyah saja dijadikan sebaik mungkin. Salah satu pendirian Sokrates yang terkenal ialah bahwa “keutamaan adalah pengetahuan”. Demikian juga keutamaan yang membuat manusia menjadi seorang manusia yang baik, harus dianggap sebagai pengetahuan. Seorang yang mempunyai keutamaan sudah tahu apakah “yang baik” dan hidup baik tidak berarti lain daripada mempraktekan pengetahuan itu.
3)       Pemikiran tentang politik
Dalam Apologia, Sokrates mengakui bahwa ia tidak merasa terpanggil untuk campur tangan untuk urusan – urusan politik. Tetapi ia meneruskan prinsip – prinsip etikannya dalm juga bidang politik. Menurut Sokrates tugas Negara ialah mengajukan kebahagiaan para warga Negara dan membuat jiwa mereka menjadi sebaik mungkin. Akibatnya, seorang penguasa Negara harus mempunyai pengertian mengenai “yang baik”. Karena alasan itu, Sokrates tidak menyetujui system pemerintahan demokratis yang beraku di Athena, dimana pemegang – pemegang kuasa dipilih oleh majelis rakyat atau ditentukan dengan undian.

4.      Pengikut – pengikut Socrates
-          Setelah Socrates meninggal ada pengikut – pengikut Socrates selain Plato yang ditunjukan dengan nama “ The minor Socratics”, artinya pengikut – pengikut Socrates yang kecil. Maksudnya bahwa hanya Plato dipandang sebagai pengikut Sokrates yang “besar”. Pengikut – pengikut kecil itu meneruskan beberapa aspek dari filsafat Sokrates, tetapi mereka juga dipengaruhi oleh aliran – aliran lain, khususnya madzhab Elea dan kaum sofis.
 Mazhab Megara
Mazhab ini didirikan oleh pengikut Sokrates yang bernama Eukleides dari   Megara. Ia mencoba memperdamaikan “yang ada” dari madhab Elea dengan “yang baik” dari Sokrates.

-           Mazhab Elis dan Eretria
Phaidon dari Elis adalah kawan sewaktu Plato tetapi labih muda dari dia. Plato memakai namannya untuk dialog yang mempercakapkan hari terakhir Sokrates dalam penjara. Rupannya Phaidon terutama mengajar mengenai persoalan – persoalan dalam bidang etika. Menedemos dari Eretria adalah murid Phaidon. Kemudian ia mendirikan suatu madzhab di kota Eretria. Terutama ia menaruh perhatiannya kepada persoalan – persoalan berhubungan dengan dialektika.
-          Mazhab Sinis (The Cynic School)
Tokoh utama ialah Antisthenes. Ia mengajar dalam gymnasion di Athena yang bernama Kynosarges. Dalam bidang etika ia beranggapan bahwa manusia mempunyai keutamaan, bila ia tahu melepaskan diri dari barang jasmani dan segala macam kesenangan.
-          Mazhab Hedonis
Aristippos adalh murid adalah murid Sokrates yang dianggap sebagai pendiri mazhab Kyrene. Madhab ini juga dinamakan madhab hedonis, karena ajarannya dalam bidang etika. Aristippos dan murid – muridnya menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan tidak lain daripada mencari “yang baik”. Akan tetapi seorang bijaksana tidk akan mengejar kesenangan tanpa batas, karena kesenangan yang tidak terbatas pada akhirnya mengakibatkan kesusahan. Yang harus dikejar adalah maksimum kesenangan yang disertai oleh minimum kesusahan. Jadi, dalam perspektif hedonisme, pengendalian diri dan pertarakan perlu sekali untuk mencapai cara hidup yang ideal.
5.      Kematian Socrates
Plato berusia dua puluh delapan tahun ketika Socrates diadili. Plato telah belajar pada Sokrates selama delapan tahun, meski dia telah mengenalnya sebagai sahabat keluarga sejak dia masih kecil. Plato sendiri hadir pada pengadilan itu dan kemudian melakukan pembelaan untuk melawan pernyataan lain yang memusuhi Sokrates.
Yang dituduhkan oleh orang Athena kepada Socrates, adalah dia dituduh telah berdosa, berbicara melawan Tuhan, dan melakukan kejahatan merusak generasi muda Athena. Socrates dianggap bersengkongkol menciptakan revolusi melawan demokrasi Athena selama perang, bahkan setelah perang berakhir dan Athena kalah pada 404 SM, dia terus dianggap memelopori pemuda aristocrat untuk melawan demokrasi. Masyarakat Athena tidak bermaksud menghukum mati Socrates, di lain pihak mereka juga tidak ingin dia menjadi korban. Plato sendiri dalam Apology mengatakan bahwa Socrates bisa saja menghindari kematiannya dengan meninggalkan Athena sebelum pengadilan dimulai. Socrates bersikukuh pada prinsip abstrak filsafatnya. Demi kebenaran filsaftanya, dia bersedia mati dan tidak mau berdamai dengan juri atau mengajukan hukuman yang lebih ringan daripada hukuman mati.

B.     Plato
1.       Plato dalam Konteks Zamannya
Plato lahir pada tahun 428 dalam suatu keluarga terkemuka di Athena. Ayahnya bernama Ariston dan ibunya Periktione. Sesudah Ariston meninggal, Periktione dinikahi pamannya yang bernama Pyrilampes. Rupanya plato terutama dididik dalam rumah Pyrilampes, seorang politikus yang termasuk kalangan Perikles. Sejak masa mudanya ia bergaul dengan tokoh-tokoh yang memainkan peranan penting dalam politik Athene. Saudara ibunya, Kharmides, dan kemanakan ibunya, Kritias, termasuk partai aristokrat dan mereka adalah anggota panitia “30 Tyrannoi” yang delapan bulan lamannya memerintah dengan kejam kota Athena pada tahun 404-403. Mula-mula mereka berdua tergolong sahabat-sahabat Sokrates, tetapi kemudian mereka menempuh jalan yang menyimpang jauh dari cita-cita Sokrates. Boleh diandaikan bahwa Plato sendiri sudah mengenal Sokrates sejak ia masih anak. Menurut kesaksian Aristoteles, Plato dipengaruhi juga oleh Kratylos, seorang filsuf yang meneruskan ajaran Herakleitos. Kratylos berpendapat bahwa dunia kita berada dalam perubahan terus-menerus, sehingga pengenalan tidak mkungkin, karena suatu nama pun tidak dapat diberikan kepada benda-benda. Dan kita mesti mengakui bahwa pengenalan memang mengandaikan bahwa suatu obyek mempunyai stabilitas tertentu.
Dalam surat VII Plato mengisahkan bahwa ia mencita-citakan suatu karier politik dan bahwa beberapa kenalan dari panitia “30 Tyrannoi” (pasti dimaksudkan Kritias dan Kharmides) mengajak dia supaya ia memasuki arena politik di bawah perlindungan mereka. Tetapi lebih dulu ia mau menunggu hasil politik mereka. Dan ia merasa terkejut, bila ia menyaksikan bahwa mereka mau mempergunakan Sokrates (“sahabatnya yang lebih tua”) untuk maksud jahat, yaitu menangkap dan menghukum seorang yang tak bersalah, supaya miliknya dapat disita. Tetapi situasi memburuk lagi, ketika demokrasi dipulihkan, karena seorang pemimpin demokrasi mengemukakan tuduhan terhadap Sokrates yang mengakibatkan kematiannya. Dalam surat yang sama Plato menceritakan pula bahwa pengalaman pahit ini sudah memadamkan ambisi politiknya. Keinsyafan timbul padanya bahwa semua regim politik tidak beres dan ia mendapat keyakinan bahwa satu-satunya pemecahan ialah mempercayakan kuasa Negara kepada filsuf-filsuf yang sejati atau menjadikan penguasa-penguasa sebagai filsuf yang sejati. Pikiran terakhir ini dapat dipandang sebagai pedoman yang menjuruskan seluruh keaktifan Plato dalam kehidupan selanjutnya.
Sesudah Sokrates meninggal, Plato bersama dengan teman-teman lain untuk beberapa waktu menetap di Megara pada murid Sokrates yang bernama Eukleides. Tetapi rupanya ia tidak lama tinggal di situ dan lekas kembali lagi ke Athena. Dalam Surat VII yang sudah disebut, Plato menceritakan lagi bahwa pada usia 40 tahun ia mengunjungi Italia dan Sisilia. Kita tidak mengetahui alasannya. Barangkali perjalanan ini diadakan dengan maksud berkenalan dengan mazhab Pythagorean yang pada waktu ini mulai aktiv lagi di Italia Selatan di bawah pimpinan Arkhytas, tyrannos dan filsuf di Tarentum. Salah satu hasil perjalanan ini, yang disebut oleh Plato sendiri, ialah persahabatannya dengan seorang muda yang pintar dan cakap, Dion namanya, ipar tyrannos Syrakusa Dionysios I. Apakah Plato juga mengunjungi Mesir dan Kyrene, sebagaimana diberitahukan oleh beberapa sumber, tidak dapat dipastikan.
2.      Akademia Dan Sisilia
Tidak lama sesudah kembali dari Italia, Plato mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama “Akademia”. Namun ini dipilih karena halamannya dekat dengan kuil yang didedikasikan kepada pahlawan yang bernama Akademos. Sekolah ini dirancangkannya sebagai pusat penyelidikan ilmiah. Dengan itu Plato hendak merealisasikan cita-citanya, yaitu memberikan pendidikan intensif dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat kepada orang-orang muda yang akan menjadi pemimpin-pemimpin politik nanti. Pendirian suatu sekolah sebetulnya tidak merupakan suatu yang baru di Athena pada waktu itu, sebab tidak lama sebelumnya sudah dilakukan oleh Isokrates. Tetapi sekolah Isokrates hanya mementingkan latihan dalam ilmu retorika. Jasa Plato yang terbesar ialah bahwa ia membuka suatu sekolah yang bertujuan ilmiah. Dengan demikian ia mendirikan perguruan tinggi yang pertama yang boleh dianggap memelopori universitas-universitas Abad Pertengahan dan Modern.
Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Mata pelajaran yang terutama diindahkan ialah ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di atas pintu masuk academia terdapat tulisan: “Yang belum mempelajari matematika, janganlah masuk di sini”. Murid-murid Plato member sumbangan besar dalam memperkembangkan berbagai cabang ilmu pasti pada abad ke-4. Sarjana matematika dari luar datang mengunjungi Akademia, seperti misalnya Eudoxos dari Knidos. Di samping ilmu pasti, ilmu-ilmu lain diperhatikan pula. Speusippos (kemanakan Plato dan penggantinya sebagai pemimpin Akademia) dan juga Aristoteles akan mengumpulkan banyak bahan mengenai ilmu hayat. Pengorganisasian Negara dan pembuatan undang-undang mendapat perhatian khusus sebagai pokok penyelidikan. Semua ilmu itu dan semua ilmu lain yang sudah dipraktekkan di negeri Yunani pada saat itu, dipelajari dalam Akademia di bawah nama “filsafat”. Empat puluh tahun lamanya Plato mengepalai Akademia di Athena. Mengenai periode yang panjang ini tidak ada informasi lain daripada berita tentang urusannya dengan politik di pulau Sisilia. Pada tahun 367 Dionysios I meninggal dan ia diganti sebagai tyrannos oleh puteranya, Dionysios II, yang berumur kira-kira 30 tahun. Karena Dionysios II tidak mendapat pendidikan yang mempersiapkan dia untuk tugasnya sebagai penguasa, maka pamannya, Dion, mengajak dia mengisi kekurangan itu dan mempercayakan pendidikannya kepada Plato. Mula-mula Plato merasa ragu-ragu sedikit, tetapi akhirnya ia memutuskan menerima undangan itu, tentu karena kesempatan itu dianggap cocok untuk menerapkan gagasannya mengenai hubungan erat antara filsafat dan kepemimpinan politik. Ia berangkat ke Sisilia dan segera memulai kursus mengenai matematika dan ilmu-ilmu lain. Tetapi sesudah beberapa bulan timbullah kesulitan-kesulitan. Watak Dionysios terlalu lemah untuk menunaikan studi sebegitu berat pada usia yang tidak muda lagi dan ia merasa iri hati kepada Dion, karena pengaruhnya atas politik Negara bertambah besar. Dion dibuang dari Sisilia dan Plato kembali ke Athena, biarpun hubungan Dionysios dengan Plato tidak terputus begitu saja. Beberapa tahun kemudian, sekali lagi Plato mengadakan perjalanan ke Sisilia dengan maksud memperdamaikan Dionysios dengan Dion dan hampir satu tahun lamanya (361-360) ia tinggal di situ. Tetapi juga usaha ini akhirnya gagal saja. Rupanya Plato mengalami ancaman-ancaman yang membahayakan hidupnya dan dengan perantaraan Arkhytas dari Tarentum ia diizinkan pulang kembali ke Athena. Sesudah itu Plato tidak lagi campur tangan dalam politik Sisilia, tetapi dari Athena ia mengikuti peristiwa-peristiwa yang berlangsung di Syrakusa. Pada tahun 357 Dion merebut Syrakusa dengan kekerasan dan memegang kekuasaan di sana. Plato mengirim suatu surat pendek (Surat IV) untuk mengucapkan selamat dan memberi nasihat-nasihat berhubungan dengan sifat Dion yang kurang fleksibel. Beberapa tahun sesudahnya Dion dibunuh oleh seorang bawahan. Plato mengarang dua surat yang penting sekali (Surat VII dan VIII) kepada pengikut-pengikut Dion dengan maksud membela politik Dion dan memperdamaikan partai-partai di Sisilia. Tetapi sejarah Sisilia selanjutnya, yang tidak mungkin diuraikan di sini, menyatakan bahwa cita-citanya tidak diwujudkan.
Tentang tahun-tahun terakhir hidupnya kita tidak mempunyai informasi yang dapat dipercaya. Kita hanya tahu bahwa Plato mengepalai Akademia sampai kematiannya pada tahun 348/7. Pada saat meninggalnya, karangan Plato yang bernama Nomoi belum selesai dan seorang murid mempersiapkan manuskrip definitif supaya dapat beredar. Oleh sebab itu Cicero mengatakan: “Plato scribens est mortuus” (Plato meninggal sedang menulis).

3.      Heraklitus Dan Parmenides: Pengaruh Terhadap Plato
Sudah dikatakan bahwa Plato mengambil banyak gagasan para filsuf pra-Sokratik untuk membenahi doktrinnya sendiri. Di antara para filsuf pendahulunya itu ialah Heraklitus dan Parmenides. Sumbangan penting mereka terhadap Plato dalam bidang epistemologi dapat diringkaskan sebagai berikut: Keduanya melihat pentingnya peranan akal (reason) dalam determinasi kebenaran yang berada di luar dan bukannya di dalam dunia yang tampak (appearance).
Lebih dari itu, kedua filsuf ini menggunakan metaphor terang-gelap untuk menjelaskan aspek-aspek pokok epistemologi mereka. Memang diakui bahwa ada banyak perbedaan dan pertentangan antara mereka, khususnya menyangkut pandangan-pandangan metafisis. Heraklitus dengan doktrinnya tentang aliran dan perubahan mengakui bahwa tidak ada dunia indrawi yang real sebab segala sesuatu selalu berubah. Diakui, hanya ada satu hal yang real, yaitu “logos” yang merupakan sebab imanen dari pola yang secara universal sangat jelas dalam perubahan yang terus-menerus dari segala benda. Sebagai lawan pandangan Heraklitus ini, Parmenides menegaskan bahwa tidak ada aliran dan perubahan dalam realitas. Baginya, realitas ini identik dengan being (adanya) yang tidak dapat diterapkan pada becoming (proses menjadi). Realitas bersifat sempurna dan karena itu tidak ada atau tidak perlu ada proses di dalamnya. Realitas bersifat permanen dalam wujudnya. Plato coba menjawab konflik filosofis ini dengan mengatakan bahwa Heraklitus dan Parmenides salah bila mereka mengklaim bahwa atau hanya perubahan atau stabilitas harus ada dalam realitas. Bagi Plato realitas ini bukan hanya terdiri atas satu keping atau satu kodrat. Ia harus dilihat sebagai yang bersifat ganda atau dualistik dalam kodrat. Plato mengatakan bahwa seharusnya paling kurang ada dua tingkatan realitas. Ada realitas dengan objek-objek fisis yang berada dalam ruang dan waktu. Realitas seperti ini menjadi objek indra-indra kita. Realitas ini selalu bergerak, mengalir dan, berada dalam proses menjadi sebagaimana dijelaskan Heraklitus dalam gambarannya tentang aliran sungai (Kirk, 194, fragmen 12). Ada juga realitas forma-forma yang menjadi objek berpikir seperti forma-forma keindahan atau kebaikan. Dalam istilah Plato, tingkatan realitas ini dikenal sebagai “lebih atau kurang real”. Plato mengakui (Sophist, 249b-d) bahwa jika realitas hanya terdiri atas benda-benda yang tak dapat diubah, intelegensia kita tidak akan memiliki eksistensi yang real karena dalam pengetahuan manusia intelegensia secara esensial membutuhkan being yang sungguh-sungguh ada (exist) sebagai perantara atau alat. Sebaliknya, jika realitas hanya terdiri atas benda-benda yang berubah dan bergerak, tidak mungkin ada pengetahuan karena kita dapat mengeksklusifkan intelegensia dari benda-benda real. Ini juga menjadi alasan mengapa Plato menekankan teori rekoleksi bila ia berbicara mengenai teori ilmu pengetahuan. Karena itu, Plato berkesimpulan bahwa realitas harus berisikan kedua unsur ini, yaitu perubahan dan stabilitas, being dan becoming. Diskusi tentang dunia being dan becoming membawa kita kepada diskusi tentang proses pengetahuan. Pertanyaan kita sekarang ialah “Apa artinya mengetahui sesuatu?” Karena objek pengetahuan seharusnya sesuatu yang real dan permanen, menurut Heraklitus dunia dalam proses menjadi tidak memungkinkan adanya pengetahuan, padahal dunia Parmenides memungkinkan pengetahuan ini. Plato berhasil mempersatukan dua dunia ini. Karena itu, perbedaan metafisika Heraklitus dan Parmenides mengantar kita kepada diskusi mengenai kodrat dan asal pengetahuan: dari mana asal pengetahuan, apa peranan pengalaman indrawi dan akal dalam memperoleh pengetahuan, dan semua konsep lain yang berhubungan dengan pengetahuan seperti pendapat, kepercayaan (beliefe), ignorantia, kebenaran, dan yang serupa, yang merupakan isu utama dalam diskusi mengenai epistemologi Plato.
C.    Aristoteles
1.       Aristoteles dalam Konteks Zamannya
Murid Plato yang paling berpengaruh adalah Aristoteles (384- 322). Ia berasal dari Stagira, di Thrace (Yunani Utara) . Ayahnya seorang dokter raja setempat. Pada usia muda ia pergi ke Athena dan menjadi murid Plato selama tahun 367- 347 SM. Setelah beberapa tahun tinggal di pulau- pulau Ionia, Filipus, raja Makedonia mengundang Aristoteles (341) untuk mendidik putranya Iskandar yang pada saat itu berusia 13 tahun. Karena Filipus dibunuh (336), Iskandar yang masih sangat muda terpaksa menjadi raja. Kemudian sang Iskandar Agung ini menaklukan wilayah besar, dari Mesir dan Yunani sampai perbatasan India dan Pegunungan Himalaya. Tindakan Iskandar Agung ini sekaligus menjadi peletak dasar kebudayaan Helenisme ( Hellas= Yunani) yang menjadi salah satu sumber kebudayaan seluruh wilayah di sekitar Laut Tengah dan Timur Tengah. Iskandar meninggal dalam usia 33 tahun pada tahun 323. Dan setahun kemudian Aristoteles meninggal dunia. Antara tahun 335 sampai 323 Aristoteles tinggal dan mengajar di Athena. Lykeion (dilatinkan: Lyceum), salah satu gelar dewa Apolo, menjadi nama perguruannya. Karena cara mengajar dan tukar pikiran dengan kelompok- kelompok kecil berlangsung sambil berjalan- jalan, maka perguruannya diberi nama julukan peripatetic. Aristoteles cukup berbeda dengan Plato dalam cara kerjanya. Meskipun, seperti Plato, Aristoteles juga mencita- citakan agar dicapainya episteme sebagai pengetahuan paling sempurna. Ia menolak adanya idea- idea dan pengetahuan bawaan. Baginya, setiap pengetahuan dalam bidang apapun juga baik ilmu hayat, jiwa manusia, tata negara, patokan- patokan etika maupun keindahan harus mulai dengan pengamatan.
Aristoteles tidak sendirian dalam mengumpulkan banyak data mengenai segala bidang itu. Ia menyuruh juga para mahasiswanya supaya mereka masing- masing mengumpulkan bermacam- macam hasil pengamatan di tempat asal mereka dan dibawa ke perguruannya untuk ditinjau dan dibahas bersama. Biarpun Aristoteles selalu menjunjung tinggi Plato sebagai pemikir dan sastrawan, namun dalam filsafatnya ia menempuh jalan sendiri. Perkataan “ Amicus Plato, magis amica veritas” ( Plato memang sahabatku, tetapi kebenaran lebih akrab bagiku) . Perbedaan besar dalam sikap ilmiah antara Plato dan Aristoteles yaitu, Plato mementingkan ilmu pasti, sedangkan Aristoteles secara khusus mengarah kepada ilmu pengetahuan alam denagan sedapat mungkin menyelidiki data- data konkret.
2.      Garis Besar Filsafat Aristoteles
Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan, filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara.
a.        Logika
Salah satu pengantar dan prasyarat filsafat pengetahuan yang dihargai dan dikembangkan Aristoteles ialah logika. Logika dimengerti sebagai kerangka atau peralatan teknis yang diperlukan manusia supaya penalarannya berjalan dengan tepat. Dasar logika Aristoteles adalah uraian keputusan yang kita temukan dalam bahasa (“ the analysis of the judgement as found and expressed in human language”). Uraian keputusan itu mencakup penegasan- pemungkiran- universal- particular. Dalam bahasa modern dapat dikatakan bahwa dalam logikanya, Aristoteles menggabungkan unsur empiris- induktif dan rasional- deduktif. Selain itu dalam Topyka, karyanya dalam bidang logika, ia merintis penyelidikan tentang cara kerja ilmu- ilmu empiris dalam mencari hukum- hukum universal berdasarkan pengamatan.
b.       Filsafat Pengetahuan
Selain uraian mengenai teknik pengembangan pengetahuan dalam logika, Aristoteles berjasa juga dalam usahanya untuk menggambarkan tahapan- tahapan kemajuan pengetahuan manusia. Ia mulai dari pengetahuan indrawi yang selalu particular. Kemudian melalui abstraksi menuju pengetahuan akal budi yang bercirikan universal. Dalam hal ini filsafat pengetahuan Aristoteles merupakan kebalikan dari filsafat pengetahuan Plato. Dasar filsafat pengetahuan Aristoteles bukanlah intuisi melainkan abstraksi .
c.       Filsafat Manusia
Titik pangkal filsafat manusia Aristoteles adalah manusia sebagai subjek pengetahuan. Aristoteles menentang dualisme Plato tentang manusia. Sebenarnya bukan hanya pandangan Plato mengenai manusia yang ditentangnya, ia mengembangkan juga apa yang diberi nama “ hylemorfisme” (hylemorphism) atau disebut juga “teori bentuk- materi” . Artinya, ia beranggapan bahwa apa saja yang kita jumpai di bumi kita ini secara terpadu merupakan pengejawantahan material (hyle) sana- sini dari bentuk- bentuk (morphe) yang sama. Dapat dicontohkan sederhana yaitu sebuah patung. Setiap patung terdiri dari bahan tertentu dan bentuk tertentu. Bahan ialah misalnya kayu atau batu. Bentuk ialah misalnya bentuk kuda, bentuk Napoleon dan lain sebagainya. Bentuk tidak pernah lepas dari bahan dan bahan tidak pernah lepas dari salah satu bentuk. Sebelum kayu ini mempunyai bentuk kuda umpanya, niscaya sudah ada bentuk lainnya (misalnya bentuk pohon).
d.      Metafisika
“Nous” atau akal budi merupakan bagian paling mulia dalam diri manusia. Tak mengherankan kalau sesuai dengan keyakinan itu, unsur- unsur filsafat ketuhanan yang kita temukan dalam karya Aristoteles, bertitik pangkal pada uraian kemampuan akal budi itu. Cukup banyak uraiuan terdalam Aristoteles ditemukan dalam karyanya yang diberi judul “Metafisika”. Asas- asas terdalam yang dapat digarap filsafat mengenai berbagai gejala digarapnya dala karya itu. Malahan judul (bukan dari Aristoteles sendiri) dari buku itu- yang berarti “sesudah fisika”- telah menjadi nama dari cabang filsafat yang sampai sekarang disebut metafisika. Buku “Fisika” karya Aristoteles memuat cara pendekatannya pada gejala- gejala alam guna dipelajari dari sudut filsafat.
e.       Etika serta Filsafat Negara
Masih ada satu bidang lain dari Aristoteles yang amat mempengaruhi filsafat seterusnya, yakni etika dan sebagai lanjutannya filsafat Negara. Etika Aristoteles bertitik pangkal pada kenyataan bahwa manusia hendak mengejar kebahagiaan (eudaimonia).Sarana- sarana dan upaya- upaya yang dipilih manusia dinilai berdasarkan tujuan tersebut. Kebahagiaan itu menyangkut manusia jiwa- raga sebagai anggota masyarakat, karena manusia ialah makhluk yang “hidup berpolis” (polis= kota sebagai kesatuan Negara pada masa Yunani Kuno sudah lama sebelum Aristoteles). Manusia ialah zoon politikon. Ciri manusia sebagai makhluk hidup adalah hidup dalam polis, maka Aristoteles sangat menekankan sosialitas manusia. Masyarakat dalam bentuk Negara itu dilihat Aristoteles sebagai suatu lembaga kodrati (natural instuition), yaitu bukan berdasarkan persetujuan (convention) saja seperti diajar oleh para sofis dan skeptikus pada masa itu. Dengan demikian semua warga Negara wajib takluk pada Negara, kepada para pemimpin dan kepada undang- undang.
Dalam filsafatnya Aristoteles mempunyai kecenderungan kea rah suatu totalitarisme Negara. Negara itu di atas keluarga dan Negara pun menyelenggarakn pendidikan. Pemimpin Negara dapat dibentuk menurut beberapa pola berdasarkan pengamatan dan data- data yang diperoleh antara lain melalui para muridnya. Monarchi ialah cara pemerintahan di bawah satu (monos) orang saja, yang dapat merosot menjadi tirani. Aristokrasi merupakan cara pemerintahan di bawah sekelompok orang yang dinilai sebaik yang terbaik (aristoi), dan dapat merosot menjadi oligarki (dikuasai oleh “segerombolan” orang yang bersekongkol). Demokrasi yang diberi juga nama “politea” berada di bawah kuasa rakyat (demos), yang dapat merosot menjadi anarki (tanpa arkhe atau asas). Aristoteles tidak memilih salah satu dari ketiga bentuk dasar itu. Ia juga tidak suka memakai perbandingan dengan susunan manusia seperti dilakukan Plato.











KESIMPULAN
Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Ajaran – ajaran Socrates diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik.
Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan, filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara.













DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, KANISIUS (anggota IKAPI ), Yogyakarta: 2000.

Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius: 1975
Lavine. T. Z, Dari Socrates ke Sartre, Yogyakarta, Jendela: 2002
Phillips. Cristopher, Socrates Café, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama: 2002

Sutrisno, Mudji dan Budi Hardiman, Para Filsuf Penentu Gerak Zaman, Kanisius (anggota ________IKAPI ), Yogyakarta: 1994
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung: 1994.

Kebung Beoang SVD. Konrad, Plato Jalan Munuju Pengetahuan Yang Benar, Yogyakarta, _______Kanisius, 1997