Disusun oleh:
1.
|
Ade
Mustika
|
:
|
12422002
|
2.
|
Agus
Solikhin
|
:
|
12422005
|
3.
|
Dwi
Juwita
|
:
|
12422024
|
3.
|
Emy
Susanty
|
:
|
12422027
|
Dosen pembimbing:
Kms. Badaruddin, MA
Fakultas Adab dan Humaniora
Jurusan ilmu
perpustakaan A
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
Tahun ajaran 2013
Daftar Isi
I.
Daftar isi ……………………………………………………………… 2
II.
Pendahuluan ……………………………………………………………… 3
III.
Pembahasan
1. Socrates
…………………………………………………………….... 4
2. Plato
……………………………………………………………… 10
3. Aristoteles ……………………………………………………………… 15
IV.
Kesimpulan ……………………………………………………………… 19
V.
Daftar Pustaka ……………………………………………………………… 20
PENDAHULUAN
Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta Keahrifan, arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata Filsafat, sebeb pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang Filosof untuk memperoleh Kearifan.
Aliran yang mengawali periode yunani
klasik adalah Sofisme, kata Sofis berarti Arif atau Pandai,yaitu gelar bagi
meraka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Namun pada zaman ini,
kata Sofis berkaitan dengan orang yang pandai bicara, mempengaruhi orang dengan
kepandaian berdebat. Sofis dalam gambaran yang di berikan para tokoh aliran ini
terlihat jahat dan tidak memilki moral. Namun mereka sebenarnya memiliki jasa
yang lumayan besar dalam perkembangan Filsafat. Dan ada beberapa pendapat orang
terhadap aliran Sofisme yaitu ada yang menganggap bahwa aliran Sofisme sebagai
aliran yang merusak dunia Filsafat. Dalam makalah ini akan dijelaskan tokoh –
tokoh filsafat pada zaman Yunani Klasik, diantarannya adalah Socrates, Plato,
dan Aristoteles.
PEMBAHASAN
A.
Socrates
1. Socrates
dalam Konteks Zamannya
Socrates
lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan
Phainarete adalah seorang bidan. Socrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf
yang mengganti Anaxagoras di Athena. Pada usia masih muda ia berbalik dari
filsafat alam dan mulai mencari jalannya sendiri. Kemudian Sokrates masuk
menjadi hoplites, dimana pada masa tersebut hanya orang yang memiliki tanah
saja yang dapat ikut menjadi hoplites. Tetapi, dia menjadi miskin karena ia
hanya mengutamakan keaktifannya sebagai filsuf. Kemudian ia menikah dengan
Xantippe. Pandangan popular yang melukiskan wanita ini dengan ciri – ciri
tiranik tidak mempunyai dasar historis. Ia dikaruniai tiga anak laki – laki,
dua diantara mereka masih kecil pada waktu kematiannya. Bertentangan dengan
para sofis, Socrates tidak meninggalkan kota asalnya kecuali tiga kali ketika
ia memenuhi kewajiban sebagai warga Negara di medan perang. Dalam pertempuran
ia menonjol karena keberaniannya. Pada tahun 406 – 405 Socrates adalah anggota
panitia pengadilan yang mempersiapkan perkara terhadap beberapa jenderal dan
pada kesempatan ini ia memprotes dengan sangat prosedur yang tidak legal. Socrates
diadili dan dijatuhi hukuman pada umur tujuh puluh tahun karena dituduh merusak
orang – orang muda Athena. Tampaknya, ia tidak pernah menulis apapun, namun ia
tetap dianggap sebagai filsuf yang paling dikenang dan berpengaruh. Pencarian
paradigmatis Socrates untuk menemukan kebaikan manusia dan kepercayaannya bahwa
“kehidupan yang tidak diperiksa atau tidak direfleksikan itu tidak pantas untuk
dijalani” terus menjadi pedoman bagi banyak orang.
2. Sumber
– sumber Sokrates
Ada empat sumber yang terpenting
dalam semua usaha kepribadian dan ajaran Socrates:
a. Aristophaes
Aristophane
adalah pengarang komedi ternama di Athena, yang hidup pada waktu Sokrates.
Komedi – komedi pada abad ke-5 membicarakan dengan lucu peristiwa – peristiwa
aktual, tokoh – tokoh dan pikiran – pikiran yang lazim dikalangkan para
penonton di Athena. Dalam dua karya komedi ia menyebut Sokrates, yaitu komedi –
komedi yang berjudul Burung – burung dan katak – katak; dan dalam komedi yang
bernama Awan – awan yang untuk pertama kalinya dipentaskan pada tahun 423,
Sokrates adalah pelaku utama.
b. Xenophon
Sekitar
tahun 430 Xenophon lahir di Athena dari keluarga bangsawan. Beberapa waktu itu
termasuk pengikut dari Sokrates. Xenophon berlaku sampai tahun 401, sebab pada
waktu itu ia meninggalkan kota Athena, untuk ikut serta dalam perjalanan
militer Kryos Muda, putera raja Parsi Darios II. Xenophon menulis beberapa
karangan , dimana Socrates mempunyai peranan. Semua karangan ini ditulis pada
tahun – tahun terakhir hidupnya (360-350). Karangan yang terpenting adalah
Memorabilia (“kenang – kenangan akan Sokrates”), yang meliputi berbagai macam
tulisan kecil mengenai Sokrates antara lain beberapa percakapan Sokrates dengan
kawan – kawan sewaktu – waktu.
c. Plato
Plato
lahir pada tahun 428 di Athena. Rupanya ia mengenal Socrates sejak ia masih
kanak – kanak dan ia termasuk kalanagan Socrates sampai kematiannya pada tahun
399. Plato mengarang dialog – dialog. Dalam semua dialog itu, kecuali satu yang
berjudul Nomoi, Socrates bercakap – cakap dengan sahabat – sahabatnya dan orang
– orang lain. Dalam kebanyakan dialog, Socrates adalah pelaku yang utama. Kalau
kita memperhatikan cara Plato melukiskan gurunya, sudah nyata bahwa ia menaruh
kekaguman. Plato menganggap Socrates sebagai filsuf istimewa, yang dengan tidak
henti hentinnya mencari kebenaran, karena ia berkeyakinan bahwa hanya
pengetahuan tantang “yang baik” dapat menghantar manusia kepada kebahagiaan.
d. Aristoteles
Aristoteles
lahir 15 tahun sesudah Sokrates meninggal. Jadi, dalam karangan – karangannya
kita tidak boleh mencari kesaksian langsung mengenai Sokrates. Tetapi itu tidak
berarti bahwa Aristoteles tidak sanggup memberikan informasi yang sangat
berguna untuk memcahkan masalah – masalah historis yang menyangkut Sokrates.
Dalam konteks ini beberapa kali ia menyinggung juga ajaran Sokrates.
Aristoteles beberapa kali menekankan bahwa teori mengenai idea – idea berasal
dari Plato dan belum terdapat dalam Sokrates. Dalam beberapa dialog Plato,
teori ini dikemukakan oleh Sokrates yang bertindak sebagai pelaku utama dalam
dialog – dialog tersebut. Data – data mengenai kehidupan Sokrates jarang
ditemui dalam kalangan – kalangan Aristoteles.
3. Ajaran
Sokrates
Sebagaimana
para sofis, Socrates pun berbalik dari filsafat alam. Sebagaimana juga para
sofis, Socrates pun memilih manusia sebagai objek penyelidikannya dan ia
memandang manusia lebih kurang dari segi yang sama seperti mereka, sebagai
makhluk yang mengenal, yang harus mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang
hidup dalam masyarakat. Tetapi ada satu perbedaan yang penting sekali antara Sokrates
dan kaum Sofis, yaitu Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak memandang
keyakinan Socrates itu dari sudut “kebenaran” saja, karena dengan itu
barangkali kita menampilkan kesan seakan – akan Sokrates mencurahkan
pemikirannya dalam bidang teoritis.
1) Metode
Metode ini bersifat praktis dan
dijalankan dalam percakapan – percakapan. Socrates tidak menyelidiki fakta –
fakta melainkan ia menganalisa pendapat – pendapat atau tuturan – tuturan yang
dikemukakan orang. Setiap orang mempunyai pendapat – pendapat tertentu . Metode
Socrates yang diuraikan diatas biasanya disebut “dialektika”, karena dialog
atau percakapan mempunyai peranan hakiki di dalamnya. Dalam suatu kutipan yang
terkenal dari dialog Theaitetos, Socrates sendiri mengusulkan nama lain untuk
menunjukan metodennya, yaitu maieutike tekhne (seni kebidanan). Seperti ibunya
adalah seorang bidan, demikian tugas Sokrates dapat dibandingkan dengan
pekerjaan seorang bidan. Tetapi ia tidak menolong badan bersalin, melainkan ia
membidani jiwa – jiwa.
Aristoteles mengatakan bahwa
Sokrates telah menemukan “induksi”. Dalam logikannya Aristoteles mempergunakan
istilah “induksi” untuk memacu ke proses pemikiran dimana akal budi manusia,
dengan bertolak dari pengetahuan tentang hal – hal yang “khusus”, menyimpulkan
pengetahuan yang “umum”. Dan memamng itulah yang dilakukan oleh Sokrates. Ia
bertitik tolak dari contoh – contoh kongkrit dan dari situ ia hendak menyimpulkan
sesuatu yang umum. Tetapi, Sokrates sendiri tidak mendefinisikan gambar –
gambar matematis melainkan sifat – sifat yang menyangkut tingkah laku manusia. Dengan
demikian ia mengandalkan bahwa keutamaan seperti keadilan, keberanian dan lain
sebagainya mempunyai suatu hakekat yang tetap. Dalam hal ini ia berbalik dari
sofis – sofis seperti Protagoras yang menganut suatu relativisme dengan
menganggap bahwa adil tidaknya dan berani tidaknya sesuatu tergantung pada
manusia saja, karena manusia adalah ukuran untuk segala sesuatu.
2) Etika
Sokrates memperhatikan soal – soal
praktis dalam hidup manusia. Dengan kata lain, Sokrates mencurahkan
perhatiannya pada cabang filsafat yang disebut “etika”.
Dalam Apologia, Sokrates menerangkan kepada hakim – hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan para warga Negara Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan bukan kesehatan, kekayaan, kehormatan atau hal – hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa. Menurut Sokrates, tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwannya menjadi sebaik mungkin. Sokrates menambah arti baru pada kata “jiwa” (physke), yang sejak waktu itu diterima umum dalam bahasa Yunani, yaitu jiwa sebagai intisari kepribadian manusia. Tingkah laku manusia hanya dapat disebut “baik”, jika dengan itu ia berusaha supaya manusia menurut intisarinnya dan bukan menurut salah satu aspek lahiriyah saja dijadikan sebaik mungkin. Salah satu pendirian Sokrates yang terkenal ialah bahwa “keutamaan adalah pengetahuan”. Demikian juga keutamaan yang membuat manusia menjadi seorang manusia yang baik, harus dianggap sebagai pengetahuan. Seorang yang mempunyai keutamaan sudah tahu apakah “yang baik” dan hidup baik tidak berarti lain daripada mempraktekan pengetahuan itu.
Dalam Apologia, Sokrates menerangkan kepada hakim – hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan para warga Negara Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan bukan kesehatan, kekayaan, kehormatan atau hal – hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa. Menurut Sokrates, tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwannya menjadi sebaik mungkin. Sokrates menambah arti baru pada kata “jiwa” (physke), yang sejak waktu itu diterima umum dalam bahasa Yunani, yaitu jiwa sebagai intisari kepribadian manusia. Tingkah laku manusia hanya dapat disebut “baik”, jika dengan itu ia berusaha supaya manusia menurut intisarinnya dan bukan menurut salah satu aspek lahiriyah saja dijadikan sebaik mungkin. Salah satu pendirian Sokrates yang terkenal ialah bahwa “keutamaan adalah pengetahuan”. Demikian juga keutamaan yang membuat manusia menjadi seorang manusia yang baik, harus dianggap sebagai pengetahuan. Seorang yang mempunyai keutamaan sudah tahu apakah “yang baik” dan hidup baik tidak berarti lain daripada mempraktekan pengetahuan itu.
3) Pemikiran tentang politik
Dalam Apologia, Sokrates mengakui
bahwa ia tidak merasa terpanggil untuk campur tangan untuk urusan – urusan
politik. Tetapi ia meneruskan prinsip – prinsip etikannya dalm juga bidang
politik. Menurut Sokrates tugas Negara ialah mengajukan kebahagiaan para warga
Negara dan membuat jiwa mereka menjadi sebaik mungkin. Akibatnya, seorang
penguasa Negara harus mempunyai pengertian mengenai “yang baik”. Karena alasan itu,
Sokrates tidak menyetujui system pemerintahan demokratis yang beraku di Athena,
dimana pemegang – pemegang kuasa dipilih oleh majelis rakyat atau ditentukan
dengan undian.
4. Pengikut
– pengikut Socrates
-
Setelah Socrates meninggal ada
pengikut – pengikut Socrates selain Plato yang ditunjukan dengan nama “ The
minor Socratics”, artinya pengikut – pengikut Socrates yang kecil. Maksudnya
bahwa hanya Plato dipandang sebagai pengikut Sokrates yang “besar”. Pengikut –
pengikut kecil itu meneruskan beberapa aspek dari filsafat Sokrates, tetapi
mereka juga dipengaruhi oleh aliran – aliran lain, khususnya madzhab Elea dan
kaum sofis.
Mazhab Megara
Mazhab Megara
Mazhab ini didirikan oleh pengikut
Sokrates yang bernama Eukleides dari Megara.
Ia mencoba memperdamaikan “yang ada” dari madhab Elea dengan “yang baik” dari
Sokrates.
-
Mazhab Elis dan Eretria
Phaidon
dari Elis adalah kawan sewaktu Plato tetapi labih muda dari dia. Plato memakai
namannya untuk dialog yang mempercakapkan hari terakhir Sokrates dalam penjara.
Rupannya Phaidon terutama mengajar mengenai persoalan – persoalan dalam bidang
etika. Menedemos dari Eretria adalah murid Phaidon. Kemudian ia mendirikan
suatu madzhab di kota Eretria. Terutama ia menaruh perhatiannya kepada
persoalan – persoalan berhubungan dengan dialektika.
-
Mazhab Sinis (The Cynic School)
Tokoh
utama ialah Antisthenes. Ia mengajar dalam gymnasion di Athena yang bernama
Kynosarges. Dalam bidang etika ia beranggapan bahwa manusia mempunyai
keutamaan, bila ia tahu melepaskan diri dari barang jasmani dan segala macam
kesenangan.
-
Mazhab Hedonis
Aristippos
adalh murid adalah murid Sokrates yang dianggap sebagai pendiri mazhab Kyrene.
Madhab ini juga dinamakan madhab hedonis, karena ajarannya dalam bidang etika.
Aristippos dan murid – muridnya menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan
tidak lain daripada mencari “yang baik”. Akan tetapi seorang bijaksana tidk
akan mengejar kesenangan tanpa batas, karena kesenangan yang tidak terbatas
pada akhirnya mengakibatkan kesusahan. Yang harus dikejar adalah maksimum
kesenangan yang disertai oleh minimum kesusahan. Jadi, dalam perspektif
hedonisme, pengendalian diri dan pertarakan perlu sekali untuk mencapai cara
hidup yang ideal.
5. Kematian
Socrates
Plato
berusia dua puluh delapan tahun ketika Socrates diadili. Plato telah belajar
pada Sokrates selama delapan tahun, meski dia telah mengenalnya sebagai sahabat
keluarga sejak dia masih kecil. Plato sendiri hadir pada pengadilan itu dan
kemudian melakukan pembelaan untuk melawan pernyataan lain yang memusuhi
Sokrates.
Yang
dituduhkan oleh orang Athena kepada Socrates, adalah dia dituduh telah berdosa,
berbicara melawan Tuhan, dan melakukan kejahatan merusak generasi muda Athena.
Socrates dianggap bersengkongkol menciptakan revolusi melawan demokrasi Athena
selama perang, bahkan setelah perang berakhir dan Athena kalah pada 404 SM, dia
terus dianggap memelopori pemuda aristocrat untuk melawan demokrasi. Masyarakat
Athena tidak bermaksud menghukum mati Socrates, di lain pihak mereka juga tidak
ingin dia menjadi korban. Plato sendiri dalam Apology mengatakan bahwa Socrates
bisa saja menghindari kematiannya dengan meninggalkan Athena sebelum pengadilan
dimulai. Socrates bersikukuh pada prinsip abstrak filsafatnya. Demi kebenaran
filsaftanya, dia bersedia mati dan tidak mau berdamai dengan juri atau
mengajukan hukuman yang lebih ringan daripada hukuman mati.
B.
Plato
1. Plato dalam Konteks Zamannya
Plato
lahir pada tahun 428 dalam suatu keluarga terkemuka di Athena. Ayahnya bernama
Ariston dan ibunya Periktione. Sesudah Ariston meninggal, Periktione dinikahi
pamannya yang bernama Pyrilampes. Rupanya plato terutama dididik dalam rumah
Pyrilampes, seorang politikus yang termasuk kalangan Perikles. Sejak masa
mudanya ia bergaul dengan tokoh-tokoh yang memainkan peranan penting dalam
politik Athene. Saudara ibunya, Kharmides, dan kemanakan ibunya, Kritias,
termasuk partai aristokrat dan mereka adalah anggota panitia “30 Tyrannoi” yang
delapan bulan lamannya memerintah dengan kejam kota Athena pada tahun 404-403.
Mula-mula mereka berdua tergolong sahabat-sahabat Sokrates, tetapi kemudian
mereka menempuh jalan yang menyimpang jauh dari cita-cita Sokrates. Boleh
diandaikan bahwa Plato sendiri sudah mengenal Sokrates sejak ia masih anak. Menurut
kesaksian Aristoteles, Plato dipengaruhi juga oleh Kratylos, seorang filsuf
yang meneruskan ajaran Herakleitos. Kratylos berpendapat bahwa dunia kita
berada dalam perubahan terus-menerus, sehingga pengenalan tidak mkungkin,
karena suatu nama pun tidak dapat diberikan kepada benda-benda. Dan kita mesti
mengakui bahwa pengenalan memang mengandaikan bahwa suatu obyek mempunyai
stabilitas tertentu.
Dalam
surat VII Plato mengisahkan bahwa ia mencita-citakan suatu karier politik dan
bahwa beberapa kenalan dari panitia “30 Tyrannoi” (pasti dimaksudkan Kritias
dan Kharmides) mengajak dia supaya ia memasuki arena politik di bawah
perlindungan mereka. Tetapi lebih dulu ia mau menunggu hasil politik mereka.
Dan ia merasa terkejut, bila ia menyaksikan bahwa mereka mau mempergunakan
Sokrates (“sahabatnya yang lebih tua”) untuk maksud jahat, yaitu menangkap dan
menghukum seorang yang tak bersalah, supaya miliknya dapat disita. Tetapi
situasi memburuk lagi, ketika demokrasi dipulihkan, karena seorang pemimpin
demokrasi mengemukakan tuduhan terhadap Sokrates yang mengakibatkan
kematiannya. Dalam surat yang sama Plato menceritakan pula bahwa pengalaman
pahit ini sudah memadamkan ambisi politiknya. Keinsyafan timbul padanya bahwa
semua regim politik tidak beres dan ia mendapat keyakinan bahwa satu-satunya
pemecahan ialah mempercayakan kuasa Negara kepada filsuf-filsuf yang sejati
atau menjadikan penguasa-penguasa sebagai filsuf yang sejati. Pikiran terakhir
ini dapat dipandang sebagai pedoman yang menjuruskan seluruh keaktifan Plato
dalam kehidupan selanjutnya.
Sesudah
Sokrates meninggal, Plato bersama dengan teman-teman lain untuk beberapa waktu
menetap di Megara pada murid Sokrates yang bernama Eukleides. Tetapi rupanya ia
tidak lama tinggal di situ dan lekas kembali lagi ke Athena. Dalam Surat VII
yang sudah disebut, Plato menceritakan lagi bahwa pada usia 40 tahun ia
mengunjungi Italia dan Sisilia. Kita tidak mengetahui alasannya. Barangkali
perjalanan ini diadakan dengan maksud berkenalan dengan mazhab Pythagorean yang
pada waktu ini mulai aktiv lagi di Italia Selatan di bawah pimpinan Arkhytas,
tyrannos dan filsuf di Tarentum. Salah satu hasil perjalanan ini, yang disebut
oleh Plato sendiri, ialah persahabatannya dengan seorang muda yang pintar dan
cakap, Dion namanya, ipar tyrannos Syrakusa Dionysios I. Apakah Plato juga
mengunjungi Mesir dan Kyrene, sebagaimana diberitahukan oleh beberapa sumber,
tidak dapat dipastikan.
2. Akademia
Dan Sisilia
Tidak
lama sesudah kembali dari Italia, Plato mendirikan sebuah sekolah yang diberi
nama “Akademia”. Namun ini dipilih karena halamannya dekat dengan kuil yang
didedikasikan kepada pahlawan yang bernama Akademos. Sekolah ini
dirancangkannya sebagai pusat penyelidikan ilmiah. Dengan itu Plato hendak
merealisasikan cita-citanya, yaitu memberikan pendidikan intensif dalam bidang
ilmu pengetahuan dan filsafat kepada orang-orang muda yang akan menjadi
pemimpin-pemimpin politik nanti. Pendirian suatu sekolah sebetulnya tidak
merupakan suatu yang baru di Athena pada waktu itu, sebab tidak lama sebelumnya
sudah dilakukan oleh Isokrates. Tetapi sekolah Isokrates hanya mementingkan
latihan dalam ilmu retorika. Jasa Plato yang terbesar ialah bahwa ia membuka
suatu sekolah yang bertujuan ilmiah. Dengan demikian ia mendirikan perguruan
tinggi yang pertama yang boleh dianggap memelopori universitas-universitas Abad
Pertengahan dan Modern.
Plato
tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti
dilakukan oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu
lapangan luas sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Mata pelajaran
yang terutama diindahkan ialah ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di atas
pintu masuk academia terdapat tulisan: “Yang belum mempelajari matematika,
janganlah masuk di sini”. Murid-murid Plato member sumbangan besar dalam
memperkembangkan berbagai cabang ilmu pasti pada abad ke-4. Sarjana matematika
dari luar datang mengunjungi Akademia, seperti misalnya Eudoxos dari Knidos. Di
samping ilmu pasti, ilmu-ilmu lain diperhatikan pula. Speusippos (kemanakan
Plato dan penggantinya sebagai pemimpin Akademia) dan juga Aristoteles akan
mengumpulkan banyak bahan mengenai ilmu hayat. Pengorganisasian Negara dan
pembuatan undang-undang mendapat perhatian khusus sebagai pokok penyelidikan.
Semua ilmu itu dan semua ilmu lain yang sudah dipraktekkan di negeri Yunani
pada saat itu, dipelajari dalam Akademia di bawah nama “filsafat”. Empat puluh
tahun lamanya Plato mengepalai Akademia di Athena. Mengenai periode yang
panjang ini tidak ada informasi lain daripada berita tentang urusannya dengan
politik di pulau Sisilia. Pada tahun 367 Dionysios I meninggal dan ia diganti
sebagai tyrannos oleh puteranya, Dionysios II, yang berumur kira-kira 30 tahun.
Karena Dionysios II tidak mendapat pendidikan yang mempersiapkan dia untuk
tugasnya sebagai penguasa, maka pamannya, Dion, mengajak dia mengisi kekurangan
itu dan mempercayakan pendidikannya kepada Plato. Mula-mula Plato merasa
ragu-ragu sedikit, tetapi akhirnya ia memutuskan menerima undangan itu, tentu
karena kesempatan itu dianggap cocok untuk menerapkan gagasannya mengenai
hubungan erat antara filsafat dan kepemimpinan politik. Ia berangkat ke Sisilia
dan segera memulai kursus mengenai matematika dan ilmu-ilmu lain. Tetapi
sesudah beberapa bulan timbullah kesulitan-kesulitan. Watak Dionysios terlalu
lemah untuk menunaikan studi sebegitu berat pada usia yang tidak muda lagi dan
ia merasa iri hati kepada Dion, karena pengaruhnya atas politik Negara
bertambah besar. Dion dibuang dari Sisilia dan Plato kembali ke Athena, biarpun
hubungan Dionysios dengan Plato tidak terputus begitu saja. Beberapa tahun
kemudian, sekali lagi Plato mengadakan perjalanan ke Sisilia dengan maksud
memperdamaikan Dionysios dengan Dion dan hampir satu tahun lamanya (361-360) ia
tinggal di situ. Tetapi juga usaha ini akhirnya gagal saja. Rupanya Plato
mengalami ancaman-ancaman yang membahayakan hidupnya dan dengan perantaraan
Arkhytas dari Tarentum ia diizinkan pulang kembali ke Athena. Sesudah itu Plato
tidak lagi campur tangan dalam politik Sisilia, tetapi dari Athena ia mengikuti
peristiwa-peristiwa yang berlangsung di Syrakusa. Pada tahun 357 Dion merebut
Syrakusa dengan kekerasan dan memegang kekuasaan di sana. Plato mengirim suatu
surat pendek (Surat IV) untuk mengucapkan selamat dan memberi nasihat-nasihat
berhubungan dengan sifat Dion yang kurang fleksibel. Beberapa tahun sesudahnya
Dion dibunuh oleh seorang bawahan. Plato mengarang dua surat yang penting
sekali (Surat VII dan VIII) kepada pengikut-pengikut Dion dengan maksud membela
politik Dion dan memperdamaikan partai-partai di Sisilia. Tetapi sejarah
Sisilia selanjutnya, yang tidak mungkin diuraikan di sini, menyatakan bahwa
cita-citanya tidak diwujudkan.
Tentang
tahun-tahun terakhir hidupnya kita tidak mempunyai informasi yang dapat
dipercaya. Kita hanya tahu bahwa Plato mengepalai Akademia sampai kematiannya
pada tahun 348/7. Pada saat meninggalnya, karangan Plato yang bernama Nomoi
belum selesai dan seorang murid mempersiapkan manuskrip definitif supaya dapat
beredar. Oleh sebab itu Cicero mengatakan: “Plato scribens est mortuus” (Plato
meninggal sedang menulis).
3. Heraklitus
Dan Parmenides: Pengaruh Terhadap Plato
Sudah
dikatakan bahwa Plato mengambil banyak gagasan para filsuf pra-Sokratik untuk
membenahi doktrinnya sendiri. Di antara para filsuf pendahulunya itu ialah
Heraklitus dan Parmenides. Sumbangan penting mereka terhadap Plato dalam bidang
epistemologi dapat diringkaskan sebagai berikut: Keduanya melihat pentingnya
peranan akal (reason) dalam determinasi kebenaran yang berada di luar dan
bukannya di dalam dunia yang tampak (appearance).
Lebih
dari itu, kedua filsuf ini menggunakan metaphor terang-gelap untuk menjelaskan
aspek-aspek pokok epistemologi mereka. Memang diakui bahwa ada banyak perbedaan
dan pertentangan antara mereka, khususnya menyangkut pandangan-pandangan
metafisis. Heraklitus dengan doktrinnya tentang aliran dan perubahan mengakui
bahwa tidak ada dunia indrawi yang real sebab segala sesuatu selalu berubah.
Diakui, hanya ada satu hal yang real, yaitu “logos” yang merupakan sebab imanen
dari pola yang secara universal sangat jelas dalam perubahan yang terus-menerus
dari segala benda. Sebagai lawan pandangan Heraklitus ini, Parmenides
menegaskan bahwa tidak ada aliran dan perubahan dalam realitas. Baginya,
realitas ini identik dengan being (adanya) yang tidak dapat diterapkan pada
becoming (proses menjadi). Realitas bersifat sempurna dan karena itu tidak ada
atau tidak perlu ada proses di dalamnya. Realitas bersifat permanen dalam
wujudnya. Plato coba menjawab konflik filosofis ini dengan mengatakan bahwa
Heraklitus dan Parmenides salah bila mereka mengklaim bahwa atau hanya
perubahan atau stabilitas harus ada dalam realitas. Bagi Plato realitas ini
bukan hanya terdiri atas satu keping atau satu kodrat. Ia harus dilihat sebagai
yang bersifat ganda atau dualistik dalam kodrat. Plato mengatakan bahwa
seharusnya paling kurang ada dua tingkatan realitas. Ada realitas dengan
objek-objek fisis yang berada dalam ruang dan waktu. Realitas seperti ini
menjadi objek indra-indra kita. Realitas ini selalu bergerak, mengalir dan,
berada dalam proses menjadi sebagaimana dijelaskan Heraklitus dalam gambarannya
tentang aliran sungai (Kirk, 194, fragmen 12). Ada juga realitas forma-forma
yang menjadi objek berpikir seperti forma-forma keindahan atau kebaikan. Dalam
istilah Plato, tingkatan realitas ini dikenal sebagai “lebih atau kurang real”.
Plato mengakui (Sophist, 249b-d) bahwa jika realitas hanya terdiri atas
benda-benda yang tak dapat diubah, intelegensia kita tidak akan memiliki
eksistensi yang real karena dalam pengetahuan manusia intelegensia secara
esensial membutuhkan being yang sungguh-sungguh ada (exist) sebagai perantara
atau alat. Sebaliknya, jika realitas hanya terdiri atas benda-benda yang
berubah dan bergerak, tidak mungkin ada pengetahuan karena kita dapat
mengeksklusifkan intelegensia dari benda-benda real. Ini juga menjadi alasan
mengapa Plato menekankan teori rekoleksi bila ia berbicara mengenai teori ilmu
pengetahuan. Karena itu, Plato berkesimpulan bahwa realitas harus berisikan
kedua unsur ini, yaitu perubahan dan stabilitas, being dan becoming. Diskusi
tentang dunia being dan becoming membawa kita kepada diskusi tentang proses
pengetahuan. Pertanyaan kita sekarang ialah “Apa artinya mengetahui sesuatu?”
Karena objek pengetahuan seharusnya sesuatu yang real dan permanen, menurut
Heraklitus dunia dalam proses menjadi tidak memungkinkan adanya pengetahuan,
padahal dunia Parmenides memungkinkan pengetahuan ini. Plato berhasil
mempersatukan dua dunia ini. Karena itu, perbedaan metafisika Heraklitus dan
Parmenides mengantar kita kepada diskusi mengenai kodrat dan asal pengetahuan:
dari mana asal pengetahuan, apa peranan pengalaman indrawi dan akal dalam
memperoleh pengetahuan, dan semua konsep lain yang berhubungan dengan
pengetahuan seperti pendapat, kepercayaan (beliefe), ignorantia, kebenaran, dan
yang serupa, yang merupakan isu utama dalam diskusi mengenai epistemologi
Plato.
C.
Aristoteles
1. Aristoteles dalam Konteks Zamannya
Murid
Plato yang paling berpengaruh adalah Aristoteles (384- 322). Ia berasal dari
Stagira, di Thrace (Yunani Utara) . Ayahnya seorang dokter raja setempat. Pada
usia muda ia pergi ke Athena dan menjadi murid Plato selama tahun 367- 347 SM.
Setelah beberapa tahun tinggal di pulau- pulau Ionia, Filipus, raja Makedonia
mengundang Aristoteles (341) untuk mendidik putranya Iskandar yang pada saat
itu berusia 13 tahun. Karena Filipus dibunuh (336), Iskandar yang masih sangat
muda terpaksa menjadi raja. Kemudian sang Iskandar Agung ini menaklukan wilayah
besar, dari Mesir dan Yunani sampai perbatasan India dan Pegunungan Himalaya.
Tindakan Iskandar Agung ini sekaligus menjadi peletak dasar kebudayaan
Helenisme ( Hellas= Yunani) yang menjadi salah satu sumber kebudayaan seluruh
wilayah di sekitar Laut Tengah dan Timur Tengah. Iskandar meninggal dalam usia
33 tahun pada tahun 323. Dan setahun kemudian Aristoteles meninggal dunia. Antara
tahun 335 sampai 323 Aristoteles tinggal dan mengajar di Athena. Lykeion
(dilatinkan: Lyceum), salah satu gelar dewa Apolo, menjadi nama perguruannya.
Karena cara mengajar dan tukar pikiran dengan kelompok- kelompok kecil
berlangsung sambil berjalan- jalan, maka perguruannya diberi nama julukan
peripatetic. Aristoteles cukup berbeda dengan Plato dalam cara kerjanya.
Meskipun, seperti Plato, Aristoteles juga mencita- citakan agar dicapainya
episteme sebagai pengetahuan paling sempurna. Ia menolak adanya idea- idea dan
pengetahuan bawaan. Baginya, setiap pengetahuan dalam bidang apapun juga baik
ilmu hayat, jiwa manusia, tata negara, patokan- patokan etika maupun keindahan
harus mulai dengan pengamatan.
Aristoteles
tidak sendirian dalam mengumpulkan banyak data mengenai segala bidang itu. Ia
menyuruh juga para mahasiswanya supaya mereka masing- masing mengumpulkan
bermacam- macam hasil pengamatan di tempat asal mereka dan dibawa ke
perguruannya untuk ditinjau dan dibahas bersama. Biarpun Aristoteles selalu
menjunjung tinggi Plato sebagai pemikir dan sastrawan, namun dalam filsafatnya
ia menempuh jalan sendiri. Perkataan “ Amicus Plato, magis amica veritas” (
Plato memang sahabatku, tetapi kebenaran lebih akrab bagiku) . Perbedaan besar
dalam sikap ilmiah antara Plato dan Aristoteles yaitu, Plato mementingkan ilmu
pasti, sedangkan Aristoteles secara khusus mengarah kepada ilmu pengetahuan
alam denagan sedapat mungkin menyelidiki data- data konkret.
2. Garis
Besar Filsafat Aristoteles
Pokok
pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat
pengetahuan, filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara.
a. Logika
Salah
satu pengantar dan prasyarat filsafat pengetahuan yang dihargai dan
dikembangkan Aristoteles ialah logika. Logika dimengerti sebagai kerangka atau
peralatan teknis yang diperlukan manusia supaya penalarannya berjalan dengan
tepat. Dasar logika Aristoteles adalah uraian keputusan yang kita temukan dalam
bahasa (“ the analysis of the judgement as found and expressed in human
language”). Uraian keputusan itu mencakup penegasan- pemungkiran- universal-
particular. Dalam bahasa modern dapat dikatakan bahwa dalam logikanya,
Aristoteles menggabungkan unsur empiris- induktif dan rasional- deduktif.
Selain itu dalam Topyka, karyanya dalam bidang logika, ia merintis penyelidikan
tentang cara kerja ilmu- ilmu empiris dalam mencari hukum- hukum universal
berdasarkan pengamatan.
b. Filsafat Pengetahuan
Selain
uraian mengenai teknik pengembangan pengetahuan dalam logika, Aristoteles
berjasa juga dalam usahanya untuk menggambarkan tahapan- tahapan kemajuan pengetahuan
manusia. Ia mulai dari pengetahuan indrawi yang selalu particular. Kemudian
melalui abstraksi menuju pengetahuan akal budi yang bercirikan universal. Dalam
hal ini filsafat pengetahuan Aristoteles merupakan kebalikan dari filsafat
pengetahuan Plato. Dasar filsafat pengetahuan Aristoteles bukanlah intuisi
melainkan abstraksi .
c. Filsafat
Manusia
Titik
pangkal filsafat manusia Aristoteles adalah manusia sebagai subjek pengetahuan.
Aristoteles menentang dualisme Plato tentang manusia. Sebenarnya bukan hanya
pandangan Plato mengenai manusia yang ditentangnya, ia mengembangkan juga apa
yang diberi nama “ hylemorfisme” (hylemorphism) atau disebut juga “teori
bentuk- materi” . Artinya, ia beranggapan bahwa apa saja yang kita jumpai di
bumi kita ini secara terpadu merupakan pengejawantahan material (hyle) sana-
sini dari bentuk- bentuk (morphe) yang sama. Dapat dicontohkan sederhana yaitu
sebuah patung. Setiap patung terdiri dari bahan tertentu dan bentuk tertentu.
Bahan ialah misalnya kayu atau batu. Bentuk ialah misalnya bentuk kuda, bentuk
Napoleon dan lain sebagainya. Bentuk tidak pernah lepas dari bahan dan bahan
tidak pernah lepas dari salah satu bentuk. Sebelum kayu ini mempunyai bentuk
kuda umpanya, niscaya sudah ada bentuk lainnya (misalnya bentuk pohon).
d. Metafisika
“Nous”
atau akal budi merupakan bagian paling mulia dalam diri manusia. Tak
mengherankan kalau sesuai dengan keyakinan itu, unsur- unsur filsafat ketuhanan
yang kita temukan dalam karya Aristoteles, bertitik pangkal pada uraian
kemampuan akal budi itu. Cukup banyak uraiuan terdalam Aristoteles ditemukan
dalam karyanya yang diberi judul “Metafisika”. Asas- asas terdalam yang dapat
digarap filsafat mengenai berbagai gejala digarapnya dala karya itu. Malahan
judul (bukan dari Aristoteles sendiri) dari buku itu- yang berarti “sesudah
fisika”- telah menjadi nama dari cabang filsafat yang sampai sekarang disebut
metafisika. Buku “Fisika” karya Aristoteles memuat cara pendekatannya pada
gejala- gejala alam guna dipelajari dari sudut filsafat.
e. Etika
serta Filsafat Negara
Masih
ada satu bidang lain dari Aristoteles yang amat mempengaruhi filsafat
seterusnya, yakni etika dan sebagai lanjutannya filsafat Negara. Etika
Aristoteles bertitik pangkal pada kenyataan bahwa manusia hendak mengejar
kebahagiaan (eudaimonia).Sarana- sarana dan upaya- upaya yang dipilih manusia
dinilai berdasarkan tujuan tersebut. Kebahagiaan itu menyangkut manusia jiwa-
raga sebagai anggota masyarakat, karena manusia ialah makhluk yang “hidup
berpolis” (polis= kota sebagai kesatuan Negara pada masa Yunani Kuno sudah lama
sebelum Aristoteles). Manusia ialah zoon politikon. Ciri manusia sebagai
makhluk hidup adalah hidup dalam polis, maka Aristoteles sangat menekankan
sosialitas manusia. Masyarakat dalam bentuk Negara itu dilihat Aristoteles
sebagai suatu lembaga kodrati (natural instuition), yaitu bukan berdasarkan
persetujuan (convention) saja seperti diajar oleh para sofis dan skeptikus pada
masa itu. Dengan demikian semua warga Negara wajib takluk pada Negara, kepada
para pemimpin dan kepada undang- undang.
Dalam
filsafatnya Aristoteles mempunyai kecenderungan kea rah suatu totalitarisme
Negara. Negara itu di atas keluarga dan Negara pun menyelenggarakn pendidikan.
Pemimpin Negara dapat dibentuk menurut beberapa pola berdasarkan pengamatan dan
data- data yang diperoleh antara lain melalui para muridnya. Monarchi ialah
cara pemerintahan di bawah satu (monos) orang saja, yang dapat merosot menjadi
tirani. Aristokrasi merupakan cara pemerintahan di bawah sekelompok orang yang
dinilai sebaik yang terbaik (aristoi), dan dapat merosot menjadi oligarki
(dikuasai oleh “segerombolan” orang yang bersekongkol). Demokrasi yang diberi
juga nama “politea” berada di bawah kuasa rakyat (demos), yang dapat merosot
menjadi anarki (tanpa arkhe atau asas). Aristoteles tidak memilih salah satu
dari ketiga bentuk dasar itu. Ia juga tidak suka memakai perbandingan dengan
susunan manusia seperti dilakukan Plato.
KESIMPULAN
Socrates lahir pada tahun 470 SM.
Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah seoarang
bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras
di Athena. Ajaran – ajaran Socrates diantarannya berupa metode, etika dan
pemikiran tentang politik.
Plato tidak membatasi perhatiannya
pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan oleh Sokrates, melainkan
ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang mencakup seluruh
ilmu pengetahuan.
Pokok pemikiran Aristoteles dari
sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan, filsafat manusia,
metafisika dan etika serta filsafat Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, KANISIUS (anggota IKAPI ), Yogyakarta: 2000.
Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius: 1975
Lavine. T. Z, Dari Socrates ke Sartre, Yogyakarta, Jendela:
2002
Phillips. Cristopher, Socrates Café, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama: 2002
Sutrisno, Mudji dan Budi Hardiman, Para Filsuf Penentu Gerak
Zaman, Kanisius (anggota ________IKAPI ), Yogyakarta: 1994
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Remaja Rosdakarya Offset,
Bandung: 1994.
Kebung Beoang SVD. Konrad, Plato Jalan Munuju Pengetahuan
Yang Benar, Yogyakarta, _______Kanisius, 1997