Adi Saputra
Nim
12422003
Ilmu perpustakaan
A.
Empirisisme
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism
dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία
(empeiria) dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman
dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil untuk”. berdasarkan akar katanya
Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan
secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan
indera.[1]
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai
empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari
dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya
sumber pengetahuan, dan bukan akal.
Berdasarkan
Honer and Hunt (2003) aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan
mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan
yang dapat dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun
bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan.
Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan
yang mempunyai peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan
pernah dapat dijamin. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan
manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk
meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata
“tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus
diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Tokoh yang dianggap sebagai benih dari
empisisme adalah Aristoteles, seperti juga pada rasionalisme, maka pada
empirisme pun terdapat banyak tokoh pendukungnya yang tidak kalah populernya.
Tokoh-tokoh dimaksud di antarnya adalah David Hume, John Locke dan Bishop
Berkley.
Menurut
Hume (1999) di dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan ide.
a. Pertama,
prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita
dengan kenyataan di luar.
b. Kedua,
prinsip kedekatan, misalnya apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka
berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendeka, pintu,
atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman
inderwi sebelumnya.
c. Ketiga,
prinsip sebab- akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan
rasa sakit akibatnya. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi
pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini.
Kebenaran yang bersifat a priori seperti ditemukan dalam
matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak
menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah
lewat pengamatan empiris atau secara a posteriori. pada aliran empirisisme pengetahuan bersumber
pada pengalaman , terutama pada pengetahuan dalam pembuktian-pembutiannya
melalui eksperimentasi, observasi, dan induksi. Menurut Edward (1967) secara
terminologi rasionalisme dipandang sebagai aliran yang menekankan akal budi
(rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan
bebas (terlepas) dari pengalaman inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya
dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri sendiri, yaitu
atas dasar asas-asas petama yang pasti.[2]
·
Pengaruh
aliran Empirisisme Terhadap Perkembangan Filsafat Matematika
Filsafat matematika lahir di Yunani Kuno yang ditemukan dan dikembangkan
oleh para filsuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan juga oleh beberapa
filsuf pra-Socrates, masalah filsafat matematika ini masih menjadi kajian
filsuf-filsuf masa kini. Pada abad ke-18 muncul salah seorang filsuf, yaitu
Immanuel Kant (Shapiro:2000) yang termotivasi oleh perselisihan antara
empirisisme yang mengungkapkan bahwa kebenaran-kebenaran dari geometri, aritmetika, dan aljabar bersifat „sintetik
a priori’, yang berdasarkan pada ‘intuisi’. Selain Kant, muncul juga
filsuf lain, yaitu John Struat Mill yang dalam pandangannya bahwa matematika
dan logika berhubungan dengan perkara-perkara fakta. Mill menolak eksistnsi
objek-objek abstrak, dan dia berupaya membangun geometri pada observasi.
Pengertian dari filsafat matematika adalah suatu filosopi yang
menjelaskan kedua sifat fakta dan entitas matematika, dan cara di mana kita
memiliki pengetahuan tentang keduanya. Tujuan filsafat matematika adalah untuk
memberikan penjelasan tentang sifat dan metodologi matematika dan untuk
memahami tempat matematika dalam kehidupan kita. Menurut David Ross filsafat
matematika adalah suatu studi filsafat tentang konsep-konsep dan metode-metode
matematika. Metode-metode ini dikhususkan pada bilangan-bilangan, objek
geometri dan konsep-konsep matematika lainnya. Di antara ilmu-ilmu pengetahuan,
matematika mempunyai sebuah hubungan yang unik ke filsafat, karena jaman
dahulu, ahli filsafat sudah banyak berusaha untuk mengabdikan dalam menjelaskan
sifat alami matematika.
Pada jaman Yunani, filsafat pada matematika sangat dipengaruhi oleh
studi mereka yaitu geometri, sedangkan pada abad 20, filsafat matematika
menyangkut hubungan antara logika dan matematika dan ditandai dengan minat yang
dominan dalam logika formal, teori himpunan, dan isu-isu mendasar. Menurut
Aristoteles (Annas:1976), menyatakan bahwa obyek matematika seperti segitiga
dan lingkaran adalah abstraksi dari percobaan, yaitu dari interaksi kita dengan
berbagai benda-benda yang kira-kira berbentuk bulat yang membentuk konsep bola
yang sempurna. Penalaran tentang bola secara umum bermuara pada penalaran
tentang bidang spesifik yang kami temui, yaitu dengan sengaja kita mengabaikan
fitur seperti ukuran, berat, dan material.
Disiplin inilah perilaku yang memastikan bahwa kesimpulan secara umum,
dan meskipun lingkungan bola yang
dijumpai dalam pengalaman kita tidak sempurna. Teori filosopis ini contoh awal
pemicu ketegangan antara Plato dan Aristoteles yang memberikan keutamaan kepada
konsep-konsep abstrak, dan orang-orang yang memberikan keutamaan kepada
pengalaman. Hal ini telah membentuk dasar bagi perbedaan secara umum antara
rasionalis dan empiris antara filsuf awal modern, ini sebagai alasan pertama
mengambil matematika dan 'ide-ide bawaan' sebagai paradigma pengetahuan, dan
yang kedua mendasarkan perhitungan mereka tentang pengetahuan dalam ilmu-ilmu
empiris.
Berdasarkan pertentangan empirisme memotivasi berkembanganya para filsuf
dibidang matematika sampai kini dengan berbagai alasannya dan juga berkembang
berbagai paham lainnya dalam filsafat matematika. aritmetika, dan aljabar
bersifat „sintetik a priori’, yang berdasarkan pada ‘intuisi’.
Selain Kant, muncul juga filsuf lain, yaitu John Struat Mill yang dalam
pandangannya bahwa matematika dan logika berhubungan dengan perkara-perkara
fakta. Mill menolak eksistnsi objek-objek abstrak, dan dia berupaya membangun
geometri pada observasi.
Pengertian dari filsafat matematika adalah suatu filosopi yang
menjelaskan kedua sifat fakta dan entitas matematika, dan cara di mana kita
memiliki pengetahuan tentang keduanya. Tujuan filsafat matematika adalah untuk
memberikan penjelasan tentang sifat dan metodologi matematika dan untuk
memahami tempat matematika dalam kehidupan kita. Menurut David Ross filsafat
matematika adalah suatu studi filsafat tentang konsep-konsep dan metode-metode
matematika. Metode-metode ini dikhususkan pada bilangan-bilangan, objek
geometri dan konsep-konsep matematika lainnya. Di antara ilmu-ilmu pengetahuan,
matematika mempunyai sebuah hubungan yang unik ke filsafat, karena jaman
dahulu, ahli filsafat sudah banyak berusaha untuk mengabdikan dalam menjelaskan
sifat alami matematika.
Pada jaman Yunani, filsafat pada matematika sangat dipengaruhi oleh
studi mereka yaitu geometri, sedangkan pada abad 20, filsafat matematika
menyangkut hubungan antara logika dan matematika dan ditandai dengan minat yang
dominan dalam logika formal, teori himpunan, dan isu-isu mendasar. Menurut
Aristoteles (Annas:1976), menyatakan bahwa obyek matematika seperti segitiga
dan lingkaran adalah abstraksi dari percobaan, yaitu dari interaksi kita dengan
berbagai benda-benda yang kira-kira berbentuk bulat yang membentuk konsep bola
yang sempurna. Penalaran tentang bola secara umum bermuara pada penalaran tentang
bidang spesifik yang kami temui, yaitu dengan sengaja kita mengabaikan fitur
seperti ukuran, berat, dan material. Disiplin inilah perilaku yang memastikan
bahwa kesimpulan secara umum, dan meskipun lingkungan bola yang dijumpai dalam
pengalaman kita tidak sempurna. Teori
filosopis ini contoh awal pemicu ketegangan antara Plato dan Aristoteles yang
memberikan keutamaan kepada konsep-konsep abstrak, dan orang-orang yang
memberikan keutamaan kepada pengalaman. [3]
Hal ini telah membentuk dasar bagi perbedaan secara umum empiris antara
filsuf awal modern, ini sebagai alasan pertama mengambil matematika dan
'ide-ide bawaan' sebagai paradigma pengetahuan, dan yang kedua mendasarkan
perhitungan mereka tentang pengetahuan dalam ilmu-ilmu empiris. Berdasarkan pertentangan
dan persamaan empirisme memotivasi berkembanganya para filsuf dibidang
matematika sampai kini dengan berbagai alasannya dan juga berkembang berbagai
paham lainnya dalam filsafat matematika.
·
Dampak aliran Empirisisme Terhadap
Perkembangan Ilmu Matematika
Menurut
Kartasasmita dan Wahyudin (2009) Matematika dalam hal ini geometri sudah mulai
dikembangkan pada zaman Yunani klasik sepanjang tahun 600 sampai 300 S.M.,
tetapi kenyataannya sejarah matematika sendiri dimulai jauh sebelum itu.
Matematika yang paling kuno menurut Friberg (1981) adalah Plimpton 322 (Babel
matematika c 1900 SM) di Moskow Mathematical Papyrus (matematika Mesir sekitar
1850 SM), dan Rhind Mathematical Papyrus (matematika Mesir sekitar 1650 SM),
elanjutnya menurut Sitorus (1990) perkembangan matematika tumbuh di
pantai-pantai Asia kecil di Gerik dan Itali ditemukan oleh seorang sudagar kaya
dari Mesir, yaitu Thales ( 640 – 546 BC), ia mempelajari Matematika mesir dan
mengagumi piramida kemudian menghitung tinggi piramida dengan bantuan
bayangannya.[4]
Thales
mengambil sebuah tongkat, misalnya PQ, ia membuat lingkaran pusat P jari-jari
sama dengan PQ. Pada saat itu Thales melakukannya di pagi hari yang cerah,
sehingga bayangan Q jatuh tepat pada tepi lingkaran atau bayangan PQ=PR, pada
saat itu pula bayangan T jatuh di titik S, sehingga KS dapat diukur. Berarti
MS=TM=t tinggi piramida. Sebut MK = AB = a (setengah alas piramida) dapat
diukur. KS = b dapat diukur. Jadi t = a + b. demikian metoda bayangan dari
Thales. Thales adalah orang pertama yang namanya dikaitkan dengan suatu
penemuan, yakni dalil Thales. Dalil Thales tersebut adalah garis-garis sejajar
akan memotong dua garis atas perbandingan-perbandingan seharga, misalnya AP :
PB = DQ : QC. Dalil ini masih dipelajari di SMP atau di SMA sekarang ini,
selain itu juga Thales orang pertama yang menemukan sifat-sifat geometri
seperti berikut ini:
1. Diameter membagi dua sama besar suatu
lingkaran
2. Sudut alas suatu segitiga sama kaki, sama
besar
3. Sudut siku yang dibentuk dua garis
berpotongan tegaklurus sama besar
4. Dua segitiga kongruen jika dua sudut dan
satu kaki yang bersesuaian dari sudut itu, sama besar
Walaupun
teori ini sederhana menurut kita sekarang, tetapi Thales orang pertama yang
menyusun teori ini bukan hanya berdasarkan pengalaman (empiris) tetapi juga
berdasarkan pemikiran yang logis (rasio). Salah seorang yang mengembangkan
matematika di Eropah pada Abad 17 adalah Galileo Galilei, ia mengamati lampu
gantung di Gereja Pisa dan mendapatkan bahwa periode ayunan lampu tidak
tergantung pada panjang busur ayunannya dan membuktikan bahwa periode ayunan
tidak tergantung kepada beban bandulnya, dan penemuan lainnya yaitu bahwa
kecepatan benda jatuh tidak tergantung pada berat benda itu. Penemuan Galileo
ini memberi pandangan baru terhadap ilmu pengetahuan yaitu keselarasan antara
eksperimen dengan teori. Perkembangan cabang-cabang matematika mulai zaman
sebelum Masehi sampai sekarang seperti aritmetika, geometri kalkulus, aljabar,
statistik dan analisis beserta pembuktian-pembuktian yang telah ditemukan oleh
para ahli matematika dapat kita pelajari sampai sekarang.
Apabila
kita mengkaji baik teori maupun bukti-bukti dari teorema-teorema cabang-cabang
matematika tersebut maka ini tidak terlepas dari penemuan-penemuan para ahli
matematika dan filsafat matematika beserta paham yang dianutnya dalam hal ini
adalah paham rasionalisme dan empirisisme. Berdasarkan dari paham empirisisme,
maka paham tersebut terhadap perkembangan matematika antara lain dalam hal
pembuktian-pembuktian suatu teorema, yaitu dengan menggunakan akal (rasio) dan
pengalaman indera (empirisis) untuk merangsang ingatan dan membawa kesadaran
terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran.
[1] Bagus, L. (2002), Kamus Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama
[2] Edwards,
P., (1967), The Encyclopedia of Philosophy Volume 7, New York, The
Macmillan Company & The Free Press,
1967.
[4] Kartasasmita,
B.G., & Wahyudin, (2009), Modul : Sejarah dan Filsafat Matematika,
SPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking