AKSIOLOGI
Dasar
manusia mencari dan menggali ilmu pengetahuan bersumber kepada tiga pertanyaan.
Sementara filsafat memepelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil
pengkajianya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu. Untuk
mengingatkan ketiga pertanyaan itu
adalah:
1. Apa yang ingin kita ketahui?
2. Bagaimana cara kita memperoleh
pengetahuan?; dan
3. Apakah nilai (manfaat)
pengetahuan tersebut bagi kita?
Pertanyaan pertama di atas
merupakan dasar pembahasan dalam filsafat dan biasa disebut dengan Ontologi
,
pertanyaan kedua juga merupakan
dasar lain dari filsafat, disebut dengan Epistemologi dan
pertanyaan terakhir merupakan[1]
landasan lain dari filsafat yang
disebut dengan Aksiologi. Ketiga hal di atas merupakan landasan
bagi filsafat dalam
membedah setiap jawaban dan
seterusnya membawa kepada hakekat buah pemikiran tersebut. Hal ini juga berlaku
untuk
ilmu pengetahuan, kita mempelajari
ilmu ditinjau dari titik tolak yang sama untuk mendapatkan gambaran yang
sedalam-dalamnya.
Butler (1957) mengemukakan beberapa
persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu :
1. Metafisika, membahas : teologi,
kosmologi, dan antropologi
2. Epistemologi, membahas : hakikat
pengetahuan, sumber pengetahuan, dan metode pengetahuan
3. Aksiologi, membahas : etika dan
estetika
I. Pengertian Aksiologi
Secara
etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari
kata “aksios” berarti
nilai dan
kata “logos” berarti teori.
Jadi, aksiologi, merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Secara
singkat, aksiologi adalah teori
nilai. Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan nilai
yang
mencakup : a) hakikat nilai, b)
tipe nilai, c) criteria nilai, dan d) status metafisika nilai
Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti
politik,
social dan agama. Sistem mempunyai
rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk
pengendalian terhadap satu
institusi dapat terwujud.
II. Teori tentang Nilai
1. Kebebasan Nilai dan
Keterikatan Nilai
Perkembangan
yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena
kebebasan
pengetahuan terhadap nilai atau
yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya
ada jenis
pengetahuan yang didasarkan pada
keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana
yang
lebih unggul antara netralitas
pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai?
Bagi ilmuwan yang menganut faham
bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi.
Karena ketiadaan hambatan dalam
melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan
maupun
penggunaan produk penelitian.
Sedangkan bagi ilmuwan penganut
faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena
dibatasinya objek penelitian, cara,
dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan
yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah
permasalahan baru. Dari yang
tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata
kemudian
penemuannya tersebut justru
menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung
“bukan lagi
Goethe yang melahirkan Faust
melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.
2. Jenis-jenis Nilai
Berikut
adalah jenis-jenis nilai yang di kategorikan pada perubahannya:
1. Baik dan Buruk
2. Sarana dan Tujuan
3. Penampakan dan Real
4. Subjektif dan Objektif
5. Murni dan Campuran
6. Aktual dan Potensial
3. Hakikat Nilai
Berikut
adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau
pendapatnya:
a. Nilai berasal dari kehendak,
Voluntarisme.
b. Nilai berasal dari kesenangan,
Hedonisme
c. Nilai berasal dari kepentingan.
d. Nilai berasal dari hal yang
lebih disukai (preference).
e.
Nilai berasal dari kehendak rasio murni.
4. Kriteria Nilai
Standar
pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.
a. Kaum hedonist menemukan standar
nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan oleh individu atau
masyarakat.
b. Kaum idealis mengakui sistem
objektif norma rasional sebagai kriteria.
c. Kaum naturalis menemukan
ketahanan biologis sebagai tolok ukur.
5. Status Metafisik
Nilai
a. Subjektivisme adalah nilai
semata-mata tergantung pengalaman manusia.
b. Objektivisme logis adalah nilai
merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas dari keberadaannya yang dikenal.
c. Objektivisme metafisik adalah
nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral, objektif, dan komponen
aktif dari
kenyataan metafisik. (mis:
theisme).
6. Karakteristik Nilai
a. Bersifat abstrak; merupakan
kualitas
b. Inheren pada objek
c. Bipolaritas yaiatu baik/buruk,
indah/jelek, benar/salah.
d. Bersifat hirarkhis; Nilai
kesenangan, nilai vital, nilai kerohanian
Teori
Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas
tentang baik buruknya. tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas
mengenai keindahan. Ringkasnya dalam pembahasan teori nilai ini
bukanlah
membahas tentang nilai kebenaran walaupun kebenaran itu adalah nilai juga.
Pengertian nilai itu adalah harga
dimana sesuatu mempunyai nilai
karena dia mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga karena ia mempunyai
nilai. Dan oleh karena itu nilai sesuatu yang sama belum tentu mempunyai harga
yang sama pula karena penilaian.[2]
seseorang terhadap sesuatu yang
sama itu biasanya berlainan. Bahkan ada yang tidak memberikan nilai terhadap
sesuatu
itu karena ia tidak berharga
baginya tetapi mungkin bagi orang lain malah mempunyai nilai yang sangat tinggi
karena itu
sangatlah berharga baginya.
Perbedaan antara nilai sesuatu itu
disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide atau abstrak (tidak
nyata). Nilai
bukanlah suatu fakta yang dapat
ditangkap oleh indra. Tingkah laku perbuatan manusia atau sesuatu yang
mempunyai nilai
itulah yang dapat ditangkap oleh
indra karena ia bukan fakta yang nyata. Jika kita kembali kepada ilmu
pengetahuan, maka
kita akan membahas masalah benar
dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan logika dimana persoalan nilai
adalah
persoalan penghayatan, perasaan,
dan kepuasan. Ringkasan persoalan nilai bukanlah membahas kebenaran dan
kesalahan
(benar dan salah) akan tetapi
masalahnya ialah soal baik dan buruk, senang atau tidak senang. Masalah
kebenaran memang
tidak terlepas dari nilai, tetapi
nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan
masalah etika dan
estetika dimana pembahasan tentang
nilai ini banyak teori yang dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai
pandangan yang tidak sama terhadap
nilai itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama, positivisme, pragmatisme,
fvtalisme, hindunisme dan
sebagainya.
1. Etika
Etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ”ethos” yang
berarti adat kebiasaan tetapi ada yang
memakai istilah lain yaitu moral
dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga.
Akan tetapi
pengertian etika dan moral ini
memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etka ini bersifat teori sedangkan moral
bersifat praktek.
Etika mempersoalkan bagaimana
semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya
tndakan manusia itu. Etika hanya
mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Secara singkat definisi etika dan
moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk
yang
masih dapat dijangkau oleh akal.
Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia (baik dan buruk) menurut
situasi yang
tertentu. Jelaslah bahwa fungsi
etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia
(baik dan
buruk akan tetapi dalam prakteknya
etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran
nilai
baik dan buruk tingkah laku manusia
itu tidaklah sama (relatif) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun
demikian
etika selalu mencapai tujuan akhir
untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat
diterima
oleh semua bangsa di dunia ini.
Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu
sanksi etika
karena tidak semua tingkah laku
manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Tingkah laku manusia yang dapat
dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu :
1. Perbuatan manusia itu dikerjakan
dengan penuh pengertian. Oleh karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu
perbuatan jahat tetapi ia tidak
mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam
ini tidak mendapat sanksi dalam
etika.
2. Perbuatan yang dilakukan manusia
itu dikerjakan dengan sengaja. Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan
dalam keadaan tidak sengaja maka
perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh
etika.
3. Perbuatan manusia dikerjakan
dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri. Perbuatan manusia yang
dilakukan denan paksaan (dalam
keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.
Demikianlah persyaratan perbuatan
manusia yang dapat dikenakan sanksi (hukuman) dalam etika.
2. Estetika
Estetika
dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku
perbuatan manusia
(baik dan buruk). Sedangkan
estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah
untuk
menemukan ukuran yang berlaku umum
tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah
karya
seni manusia atau mengenai alam
semesta ini.
Seperti dalam etika dimana kita
sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat
ditemukan ukuran perbuatan baik dan
buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama,
sebab
sampai sekarang belum dapat
ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal
ini
ternyata banyak sekali teori yang
membahas mengenai masalah ukuran indah itu. Zaman dahulu kala, orang berkata
bahwa
keindahan itu bersifat metafisika
(abstrak). Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu
adalah
kenyataan
yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking