TUGAS FILSAFAT UMUM
Aliran Eksistensialisme
DISUSUN OLEH
adi Saputra (12422003)
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Kemas Badaruddin, M. Ag
PERPUSTAKAAN “A”
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2013
ALIRAN EKSISTENSIALISME
1.
Pengertian eksistensialisme
Kata Eksistensialisme berasal dari
kata eks = keluar, dan sistensi atau sisto = berarti,
menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa
dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena
manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya
untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan - merencanakan,
yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya.
Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.[1]
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme”
merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui
mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar
bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu
mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada di
dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme
adalah manusia konkret.[2]
2.
Latar belakang lahirnya eksistensialisme
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila
terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan
mencoba apakah ia dapat tahan uji. Dengan demikian filsafat adalah perjalanan
dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga filsafat eksistensialisme
lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang
telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
a.
Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada
akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang materialis
tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan
bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang
terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi;
betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang
sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
b.
Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek,
hanya sebagai kesadaran; menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara
berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi
sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
c.
Situasi dan Kondisi
Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan
kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu
itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa
muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang merupakan
hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi.
Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami krisis,
bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana
dan di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada kehidupan.
3.
Ciri Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan gerakan yang
sangat erat dan menunjukkan pemberontakan tambahan metode-metode dan
pandangan-pandangan filsafat barat. Istilah eksistensialisme tidak menunujukkan
suatu sistem filsafat secara khusus. Meskipun terdapat perbedaan-perbedan yang
besar antara para pengikut aliran ini, namun terdapat tema-tema yang sama
sebagai ciri khas aliran ini yang tampak pada penganutnya. Mengidentifikasi
ciri aliran eksistensialisme sebagai berikut :
a.
Eksistensialisme adalah
pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya
terhadap idealisme Hegel.
b.
Eksistensialisme adalah suatu
proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang
jauh dari kehidupan konkrit.
c.
Eksistensialisme juga merupakan
pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman
industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
d.
Eksistensialisme merupakan protes
terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung
menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
e.
Eksistensialisme menekankan
situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.
f.
Eksistensialisme menekankan
keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan
langsung.[3]
4. Tokoh-tokoh eksistensialisme
a.
Soren Aabye Kiekegaard
Søren Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard sendiri melihat dirinya sebagai
seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi sekarang ia
dianggap sebagai bapaknya filsafat eksistensialisme.
Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas
masalah-masalah agama seperti misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen, dan emosi serta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan
pilihan-pilihan eksistensial. Karena itu, karya Kierkegaard kadang-kadang
digambarkan sebagai eksistensialisme Kristen dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan karya awalnya dengan
menggunakan berbagai nama samaran, yang seringkali mengomentari dan
mengkritik karya-karyanya yang lain yang ditulis dengan menggunakan nama
samaran lain, sangatlah sulit untuk membedakan antara apa yang benar-benar
diyakini oleh Kierkegaard dengan apa yang dikemukakannya sebagai argumen dari
posisi seorang pseudo-pengarang.
Ludwig
Wittgenstein berpendapat bahwa Kierkegaard "sejauh ini, adalah pemikir yang
paling mendalam dari abad ke-19".
Inti pemikiran dari tokoh ini adalah
eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi,
manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita
menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari
manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
b.
Friedrich Nietzsche
Menurutnya
manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk
berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia
super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan
kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita
orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
c.
Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.
Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan dan mengatasi
semua pengetahuan obyektif, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada
dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
d.
Martin Heidegger
Martin Heidegger (lahir di Mebkirch, Jerman, 26
September 1889 –meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang
filsuf asal Jerman. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl,
penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928. Karya
terpenting Heidegger adalah Being and
Time (German Sein und Zeit,
1927).
Inti pemikirannya adalah keberadaan
manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar
manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada
diluar manusia, baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena
benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap
tindakan dan tujuan mereka.
e.
Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris,
Perancis, 21 Juni 1905 – meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur
74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap
mengembangkan aliran eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu
ada dibanding esensi.
Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan
selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di
masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai
adalah kebebasan manusia.
Pada tahun 1964, Ia diberi Hadiah Nobel Sastra, namun Jean-Paul Sartre
menolak. Ia meninggal dunia pada 15 April 1980 di sebuah rumah sakit di
Broussais (Paris). Upacara pemakamannya dihadiri kurang lebih 50.000 orang.
Pasangannya adalah seorang filsuf wanita bernama Simone de Beauvoir. Sartre
banyak meninggalkan karya penulisan diantaranya berjudul Being and Nothingness
atau Ada dan Ketiadaan.
Inti pemikirannya adalah menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah
diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep
manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar
dan bebas bagi diri sendiri.[4]
lengkap sekali... terimakasih atas sharingnya tentang existensialisme
AntwoordVee uitdanke schon
AntwoordVee uitmohon izin untuk di copas sebagai bahan referensi bagi saya
AntwoordVee uit