Hellenisme
hellenisme diambil dari bahasa Yunani kuno Hellenizein yang berarti “berbicara atau
berkelakuan seprti orang Yunani”. Hellenisme
klasik: yaitu kebudayaan Yunani yang berkembang pada abad ke-6 dan ke-5 SM.
Hellenisme secara umum: istilah yang
menunjukkan kebudayaan yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya
Asia kecil, Syiria, Metopotamia, dan mesir yang lebih tua. Lama periode ini
kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323 SM (masa Alexander Agung atau
meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM. Hellenisme ditandai dengan fakta bahwa
perbatasan antara berbagai negara dan kebudayaan menjadi hilang. Kebudayaan
yang berbeda yang ada di jaman ini melebur menjadi satu yang menumpang
gagasan-gagasan agama, politik dan ilmu pengetahuan.[1]
Hellenisme di bagi menjadi dua fase, yaitu fase
Hellenisme dan fase Hellenisme Romawi. Fase Hellenisme adalah fase yang ketika
pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh orang-orang Yunani. Adapun fase
Hellenisme Romawi ialah fase yang sudah datang sesudah fase hellenisme, dan
meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan romawi, yang ikut
serta membicarakan peninggalan pikiran Yunani, antara lain pemikiran Romawi di
barat dan di timur yang ada di mesir dan di siria. Fase ini dimulai dari akhir
abad ke-4 sebelum masehi sampai pertengahan abad ke-6, Masehi di Bizantium dan
roma, atau sampai masa penerjemahan di dunia arab.
Sebelum filsafat yunani muncul, kebudayaa yunani
telah mencitrakan khas berpikir yang filosofi, sebagaimana mitos-mitos yang
berkembang di yunani adalah bagian yang menentukan kelahiran filsafat.[2]
Dalam filsafat yunani, unsur-unsur agama bersahaja
yang berhalais sangat kental, antara lain kepercayaan tentang adanya bnyak zat
yang membekasi alam dan yang menjadi sumber segala peristiwa alamiah,
meskipundalam bentuk yang berada dengan ajaran agama Yunani sendiri, karena zat
yang berbilang dalam agama itu dinamakan “dewa-dewa”, sedangkan dalam filsafat
disebut “akal benda-benda langit”,sebagaimana yang paham tentang “akal bulan”
dengan “akal manusia”.
Ciri pemikiran filsafat yunani ialah adanya cara
berpikir yang tidak relawan dengan realitas yang ada atau keberadaan yang
benar-benar nyata menurut pemahaman filosofis bukan eksistensi yang
sesungguhnya, karena setiap realitas menyembunyikan hakikatnya yang paling
hakiki, sebagaimana adanya api yang kemudian padam.
Meskipun Plato dan Aristoteles telah berhasil
memadukan pikiran-pikiran filsafat yang sebelumnya, keduanya tidak dapat
melarutkan sama sekali, karena pikiran-pikiran filsafat tersebut adalah
pemikiran bermacam-macam aliran yang boleh jadi berbeda-beda pandangannya
terhadap hidup dan alam ini. Aliran-aliran ini adalah:
1. Natural
phylosophy dengan Democritas sebagai tokohnya dan
filosof-filosof Lonia, yang menghargai alam dan wujud benda setinggi-tingginya,
2. “Aliran
Ketuhanan” yang mengakui zat-zat yang metafisik, diwakili oleh “aliran Elea”
dan Socrates, yang mengatakan bahwa sumber alam indrawi adalah sesuatu yang
berada di luarnya.
3. “Aliran
Mistik” dengan Pythagoras sebagai tokohnya, yang bermaksud memperkecil atau
mengingkari nilai alam indrawi.
4. “Aliran
Kemanusiaan” yang menghargai manusia setinggi-tinggi dan mengakui
kesanggupannya untuk mencapai pengetahuan, serta menganggap manusia sebagai
ukuran kebenaran.
Aliran-aliran
filsafat tersebut telah mempengaruhi hasil pemikira filosof-filosof yang
mendatang, bagaimana pun kuat dan besarnya filosof-filosof.[3]
Pada fase Hellenisme-Romawi, meskipun keseluruhan
masa hellenisme-romawi mempunyai corak yang sama, apabila mengingat perkembangannya,
maka dapat dibagi menjadi tiga masa, dan tiap-tiap masa mempunyai corak
tersendiri.
Masa
pertama, dimulai dari empat abad sebelum masehi.
Aliran-aliran yang terdapat di dalamnya ialah:
1.
Aliran Stoa (Ar-Riwaqiyyah) dengan Zeno sebagai
pendirinya. Ia mengajarkan agar manusia jangan sampai bisa digerakkan oleh
kegembiraan atau kesedihan (jadi tahan diri dalam menghadapinya) dan
menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan yang tidak bisa ditolak
dan yang menguasai segala sesuatu.
2.
Alir epicure,
dengan epicure sebagai pendirinya. Aliran ini mengajarkan bahwa kebahagian
manusia merupakan tujuan utama.
3.
Aliran skiptis
(ragu-ragu) yang meliputi “ aliran
phyro” dan “aliran akademi baru”. Aliran skeptis mengajarkan bahwa untuk sampai
pada kebenarannya, manusia haruspercaya dulu bahwa segala sesuatu itu tidak
benar, kecuali sesudah dapat dibuktikan
kebenarannya. Ajaran lain ialah bahwa pengetahuan manusia adalah tidak akan
sampai pada kebenaran, atau dengan perkataan lain mengingkari kebenaran mutlak
(objektif)
4.
Aliran
eliktika-pertama (aliran seleksi)
Masa kedua, dimulai dari pertengahan abad sebelum masehi sampai
pertengahan abad ketiga masehi. Aliran ini terdapat pada masa ini ialah:(1)
aliran peripateki terakhir; (2)aliran stoa baru; (3) aliran epicure baru; (4)
aliran pythagoras; dan (5) aliran filsafat yahudi dan plato.[4]
Filsafat hellanisme- yahudi ialah
sesuatu pemikiran filsafat, yaitu filsafat yahudi dipertemukan dengan
kepercayaan yahudi, dengan jalan penggabungan atau mendekatkan salah satunya
kepada yang lain, atau membuat susunan baru yang mengandung kedua unsur
tersebut.
Masa
ketiga, dimulai dari abad ketiga. Masehi sampai pertengahan abad keenam
masehi di bizantium dan roma, atau
sampai pertengahan abad ketujuh atau kedelapan di iskandariah dan timur
dekat (asia kecil). Pada masa ketiga ini, kita mengenal aliran-aliran; (1)
neoplatonisme; (2) iskadariyah; (3) filsafat diasia kecil, yang terdapat di
antiochia, harran, ar-ruha, dam nissibis. Aliran-aliran ini merupakan kegiatan
terakhir menjelang timbulnya “aliran bagdad” yaitu aliran filsafat islam.
Diantara aliran-aliran filsafat dari
masa ketiga, neoplanisme-lah yang terpenting dan yang paling banyak pengaruhnya
terhadap filsafat islam.
Aliran neoplatonisme merupakan rangkaian
terakhir atau rangkain sebelum terakhir dari fase hellenisme-romawi, yaitu fase
mengulang yang lama dan bukan fase mencipta yang baru. Neoplatonisme ini juga
masih berkisar pada filsafat yunani, tasawuf timur yang meramu dari masa
filsafat yunani serta menggabungkannya. Oleh karena itu, di dalamnya
terdapat ciri-ciri filsafat yunani yang
kadang-kadang bertentangan agama-agama langit, yaitu agama yahudi dan agama
masehi, karena dasar filsafat tersebut ialah kepercayaan rakyat yang
memepercayai sumber kekuasaan yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, di
dalam neoplatonisme terdapat unsur-unsur platoisme, Phthagoras, Aristoteles,
Stoa, dan manusia, religiusitas dan keberhalaan.
Uberweg dalam bukunya Geschihte der Philosophie mengatakan
bahwa aliran Neoplatonisme dimulai dari abad pertama masehi dan berakhir pada
pertengahan abad keempat masehi, sedang menurut penulis lainnya berakhir pada
pertengahan abad ke tujuh masehi adalah masa aliran iskandariyah yang
mengantikan aliran neoplatonisme.
Perbedaan kedua aliran tersebut ialah:
1.
Neoplatonisme
berkisar pada segi metafisika pada filsafat yunani, yang boleh jadi dalam
beberapa hal berlawanan dengan agama masehi, sedangkan aliaran iskandariyah
lebih condong kepada matematika serta alam dan meninggalkan lapangan
metafisika, dan keadaan ini bisa menyebabkan tidak adanya perlawanan dengan
agama masehi.
2.
Neoplatonisme
lebih banyak mendasarkan pikirannya kepada seleksi dan pemaduan, sedangkan
aliran iskandariyah lebih banyak mengadakan ulasan-ulasan terhadap
pikiran-pikiran filsafat.
Ulasan-ulasan yang sampai kepada kaum
muslimin datang dari aliran iskandariyah dan aliran-aliran hellenisme-Romawi.
Ada tiga ulasan, yaitu: (1) ulasan dari
golongan peripatetik dari masa sebelum neoplatonisme, terutama dari iskandar
Aphrodisias; (2)[5]
ulasan dari aliran neoplatonisme, terutama dari Porphyrius; mungkin ulasan ini
bisa menjelaskan adanya usaha dari Al-Farabi dan ibnu sina untuk mempertemukan
agama dengan filsafat-filsafat; (3) ulasan dari orang-orang iskandariyah
seperti Hermias, Stephanus, dan Joannes Philoponos.
[1]
Imron,A.Ag.,M.A,Filsafat Umum (Palembang
Noer Fikri Offset,2013) hal., 4
[2] Drs.
Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum
Dari Metologi sampai Teofilosofi (Bandung CV PUSTAKA SETIA,2008) hal., 98
[3] Drs.
Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum
Dari Metologi sampai Teofilosofi (Bandung CV PUSTAKA SETIA,2008) hal., 99-100
[4] Drs.
Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum
Dari Metologi sampai Teofilosofi (Bandung CV PUSTAKA SETIA,2008) hal., 101-102
[5] Drs.
Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum
Dari Metologi sampai Teofilosofi (Bandung CV PUSTAKA SETIA,2008) hal., 102-103
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking