Thomas
Aquinas
|
|
Pekerjaan
|
|
Aliran sastra
|
|
Tema
|
|
Karya terkenal
|
Thomas Aquinas (1225-1274) adalah seorang filsuf dan teolog dari Italia yang sangat berpengaruh pada abad
pertengahan. Karya Thomas Aquinas yang
terkenal adalah Summa
Theologiae (1273).Buku ini merupakan sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen. Pada tahun 1879, ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah
dalam Gereja Katolik Roma oleh Paus
Leo XIII. Thomas Aquinas juga
disebut Thomas dari Aquino (bahasa
Italia: Tommaso d’Aquino).[1]
Kehidupan Thomas Aquinas
Aquinas
dilahirkan di [Roccasecca] dekat [Napoli], [Italia]. Mudji Sutrisno dan F. Budi
Hardiman. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. 2005. Jakarta. Penerbit: BPK Gunung
Mulia dalam [[keluarga]] bangsawan [Aquino].name Rutpi Tony Lane. Runtut Pijar
Sejarah Pemikiran Kristiani. 2005. Jakarta. Penerbit: BPK Gunung Mulia Ayahnya
ialah [Pangeran Landulf dari Aquino]] dan ibunya bernama [Countess Teodora
Carracciolo].Great Mortimer J.Adler (ed.). Great Books of The Western World: 17
Aquinas:1. 1952. London. Penerbit: Encyclopedia Britannica,Kedua orang tuanya
adalah orang [Kristen] [Katolik] yang saleh. Thomas, pada umur lima tahun diserahkan
ke [biara Benedictus] di [Monte Cassino] agar dibina untuk menjadi seorang
[biarawan]. Setelah sepuluh tahun Thomas berada di Monte Cassino, ia
dipindahkan ke [Naples].Di sana ia belajar mengenai [kesenian] dan [filsafat]
(1239-1244). Robert Audi . The Cambridge Dictionary of Philosophy. 1941. New
York. Penerbit: Cambridge University Press Selama di sana, ia mulai tertarik pada
pekerjaan kerasulan [gereja], dan berusaha untuk pindah ke [Ordo Dominikan],
suatu ordo yang sangat berperan kenapa berperan? Apa perannya.pada abad itu.
Keinginannya tidak direstui oleh orang tuanya sehingga ia harus tinggal di Roccasecca
setahun lebih lamanya.Namun, karena tekadnya pada tahun 245, Thomas resmi
menjadi anggota Ordo Dominikan.
Sebagai anggota Ordo
Dominikan, Thomas dikirim belajar pada Universitas Paris, sebuah universitas
yang sangat terkemuka pada masa itu.fact Ia belajar di sana selama tiga tahun
(124 -1248). Di sinilah ia berkenalan dengan Albertus Magnus yang
memperkenalkan filsafat Aristoteles kepadanya. Susan Lynn Peterson. Timeline
Charts of The Western Church. 1957. Michigan. Penerbit: Zondervan Publishing
House Ia menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di Studium Generale di
Cologne, Perancis, pada tahun 1248 - 1252.fact
Pada tahun 1252, ia
kembali ke Paris dan mulai memberi kuliah Biblika (1252-1254) dan
''Sentences'', karangan Petrus Abelardus (1254-1256) di Konven St. Jacques,
Paris.fact Thomas ditugaskan untuk memberikan kuliah-kuliah dalam bidang
filsafat dan teologia di beberapa kota di Italia, seperti di Anagni, Orvieto,
Roma, dan Viterbo, selama sepuluh tahun lamanya.fact Pada tahun 1269, Thomas
dipanggil kembali ke Paris untuk tiga tahun karena pada tahun 1272 ia
ditugaskan untuk membuka sebuah sekolah Dominikan di Naples.
Dalam perjalanan menuju
ke Konsili Lyon, tiba-tiba Thomas sakit dan meninggal di biara Fossanuova,7
Maret 1274. Paus Yohanes XXII mengangkat Thomas sebagai orang kudus pada tahun
1323
Berkas:Castello di
Monte San Giovanni Campano 9.JPG|Kastil [[Monte San Giovanni Campano thumb|left
Ajaran Thomas Aquinas
Santo
Thomas Aquinas
|
|
Doktor
Gereja
|
|
Lahir
|
|
Wafat
|
|
Dihormati
di
|
|
Tempat ziarah utama
|
|
Hari
peringatan
|
28Januari(baru),
7 Maret (lama) |
All
Catholic educational institutions
|
Allah
Thomas mengajarkan Allah dalam pandangannya yang
mencerminkan pengaruh filsafat Aristoteles: sebagai "ada yang tak
terbatas" (ipsum esse subsistens). Allah adalah "zat yang
tertinggi", yang memunyai keadaan yang paling tinggi.Allah adalah
penggerak yang tidak bergerak
Manusia dan dunia
Dunia dan hidup manusia menurut Thomas
terbagi atas dua tingkat, yaitu tingkat adikodrati dan kodrati, tingkat atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya
dapat dipahami dengan mempergunakan akalHidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi
sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati).Thomas mengajarkan
bahwa pada mulanya manusia memunyai hidup kodrati yang sempurna dan diberi
rahmat Allah
Dosa
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, rahmat
Allah (rahmat adikodrati) itu hilang dan tabiat kodrati manusia menjadi kurang
sempurnaManusia tidak dapat lagi memenuhi hukum
kasih tanpa bantuan rahmat
adikodratiRahmat adikodrati itu ditawarkan kepada manusia lewat gerejaDengan
bantuan rahmat adikodrati itu manusia dikuatkan untuk mengerjakan
keselamatannya dan memungkinkan manusia dimenangkan oleh Kristus.
Sakramen
Mengenai sakramen, ia berpendapat
bahwa terdapat tujuh sakramen yang diperintahkan
oleh Kristus, dan sakramen yang terpenting adalah Ekaristi (sacramentum
sacramentorum).Rahmat adikodrati itu disalurkan kepada orang percaya lewat
sakramen Dengan menerima sakramen, orang mulai berjalan menuju kepada suatu
kehidupan yang baru dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang menjadikan ia
berkenan kepada AllahDengan demikian, rahmat adikodrati sangat penting karena
manusia tidak bisa berbuat apa-apa yang baik tanpa rahmat yang dikaruniakan
oleh Allah. Gereja dipandangnya sebagai lembaga keselamatan yang tidak dapat berbuat
salah dalam ajarannyaPaus memiliki kuasa yang tertinggi dalam gereja dan Pauslah
satu-satunya pengajar yang tertinggi dalam gereja. Karya teologis Thomas yang
sangat terkenal adalah "Summa Contra Gentiles" dan "Summa Theologia". Salah satu filsuf Kristen yang
mengkritik pemikiran Thomas Aquinas adalah Gordon H. ClarkBukunya "God's
Hammer" halaman 67 sampai 71 berisi kritikan beliau terhadap Thomas.
Terjemahan bebas saya. Dalam sejarah pemikiran Kristen, antithesis antara iman
dan akal budi (reason) telah didekati dengan berbagai metode. Perdebatan
antara sesama Kristen dan antara Kristen dengan kaum sekuler kadang-kadang
mengakibatkan kebingungan karena istilah yang dipakai tidak selalu
didefinisikan dengan jelas. Bukan hanya Agustinus dan Kant memiliki pandangan yang
berbeda tentang natur iman, namun istilah akal budi (reason)
sendiri mengandung arti yang bermacam-macam. Setelah memberikan gambaran
singkat tentang latar belakang historis, penulis berharap menghindari
kebingungan seperti itu dengan mengemukakan definisi akal budi (reason) yang
mungkin membantu pembelaan terhadap wahyu sebagai sesuatu yang rasional[2]
Dalam gambaran historis singkat ini,
metode untuk menghubungkan iman dan rasio yang pertama dibahas adalah filsafat Thomistik Gereja Roma Katolik. Selain persetujuan
(assent) pribadi orang percaya, dalam system ini iman artinya informasi dapat
diperoleh melalui kemampuan indera dan intelek alamiah manusia tanpa bantuan
anugerah supranatural.yang diwahyukan yang
ada dalam Alkitab, tradisi, dan suara hidup dari gereja Roma. Akal budi artinya
informasi yang dapat diperoleh melalui pengamatan inderawi terhadap alam dan
diinterpretasi intelek. Rasionalis abad ketujuhbelas membedakan akal budi
(reason) dengan sensasi [inderawi], Thomas membedakan akal budi (reason) dan wahyu. Kebenaran akal budi
adalah kebenaran yang. Definisi iman dan akal budi ini mengakibatkan wahyu
hanya “tidak masuk akal” (unreasonable) secara verbal; wahyu tidak dapat
disebut tidak masuk akal atau irasional dalam pengertian yang merendahkan.
Kadang-kadang kita curiga kaum sekuler enggunakan verbalisme untuk memberikan
kesan yang menakutkan.Thomisme memang menekankan ketiadaan kompatibilitas
antara iman dan akal budi, namun ketiadaan kompatibilitas itu bersifat psikologis semata. Kalau Alkitab
mewahyukan bahwa Allah ada dan kita percaya Alkitab, maka kita memiliki
kebenaran iman. Namun demikian, menurut Thomisme adalah memungkinkan untuk
mendemonstrasikan keberadaan Allah melalui pengamatan terhadap alam.
Aristoteles berhasil melakukannya. Namun, kalau seseorang telah secara rasional
mendemonstrasikan proposisi ini, orang itu tidak lagi “percaya”, dia tidak lagi
menerima proposisi itu berdasarkan otoritas; dia “mengetahui” proposisi itu.
Secara psikologis tidak mungkin pada saat yang sama “percaya” dan “mengetahui”
satu proposisi. Seorang guru mungkin memberitahu siswanya bahwa segitiga
memiliki 180o dan sang siswa percaya perkataan sang guru; namun setelah si
siswa mempelajari buktinya, maka dia tidak lagi menerima teorema berdasarkan
kata-kata guru. Si siswa sudah mengetahui sendiri. Tidak semua proposisi wahyu
dapat didemonstrasikan dengan filsafat rasional; tetapi ada kebenaran-kebenaran
yang dapat didemonstrasikan yang juga telah diwahyukan kepada manusia, karena
Allah tahu bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan intelektual seperti
Aristotle; karena itu Allah mewahyukan beberapa kebenaran itu, walaupun dapat
didemonstrasikan, demi kebanyakan umat manusia. Muatan (content) wahyu yang
tidak dapat didemonstrasikan (seperti doktrin Trinitas dan sakramen), walaupun
berada di luar jangkauan akal budi seperti definisi di atas, tidaklah irasional
atau nonsensical. Kaum Muhammadean (Islam) Abad Pertengahan dan kaum humanis
modern dapat saja mengklaim bahwa doktrin Trinitas tidak rasional, namun akal
budi cukup mampu untuk mendemonstrasikan bahwa keberatan yang dikemukakan
keliru/salah (fallacious). Kebenaran iman yang lebih tinggi tidak bertentangan
dengan kesimpulan akal budi manapun; sebaliknya doktrin wahyu melengkapi apa
yang tidak dapat dicapai oleh akal budi. Kedua rangkaian kebenaran ini, atau
lebih tepatnya kebenaran yang diperoleh dari dua metode berbeda ini saling
melengkapi. Bukannya menjadi penghalang bagi akal budi, iman berfungsi memberi
peringatan kepada seorang pemikir bahwa dia melakukan kesalahan. Kita tidak
boleh memandang seorang percaya sebagai seorang yang harus dibebaskan dari
penjara imannya; iman hanya membatasi dari kesalahan. Dengan demikian iman dan
akal budi serasi satu dengan yang lain.
Hanya satu kritik yang akan penulis
kemukakan tentang sistem ini, tetapi kritik ini dipandang sangat penting oleh
kaum Thomist dan penentangnya. Kalau argumune kosmologis bagi keberadaan
Allah merupakan kesalahan logika, maka Thomisme dan pandangannya tentang
hubungan antara iman dan akal budi tidak dapat dipertahankan. Kesulitan yang
dialami argumen kosmologis adalah ketidakmemadaian wahyu umum seperti dibahas sebelumnya. Kalau
diasumsikan bahwa semua pengetahuan (knowledge) dimulai dengan pengalaman
inderawi dan karena itu pada saat orang memandang alam tanpa pengetahuan tentang
Allah, maka segala kemalangan (calamities) manusia dan keterbatasan serta
perubahan di alam semesta – seberapapun luasnya galaksi-galaksi yang ada –
menghalangi kesimpulan tentang satu pribadi Allah yang Mahakuasa dan juga Baik.[3]
Terhadap keberatan-keberatan ini,
yang dikemukakan dengan tajam oleh David Hume, dapat ditambahkan kritik khusus
formulasi Aristotelian Thomas Aquinas. Tiga keberatan akan dikemukakan.
Pertama, Thomisme tidak dapat bertahan tanpa konsep potentialitas
(potentiality) dan aktualitas (actuality), namun Aristotle tidak pernah
berhasil mendefinisikannya. Sebaliknya dia [Aristotle] mengilustrasikannya
dengan perubahan fenomena lalu mendefinisikan perubahan atau gerak (motion)
dalam hal aktualitas (actuality) dan potentialitas (potentiality). Untuk
memberikan justifikasi terhadap keberatan ini, diperlukan terlalu banyak
apparatus teknis yang tidak bisa diakomodasi dalam tulisan ini. Dan kalau
pembaca menghendaki, dia tidak perlu [4]memberi
penekakan pada keberatan pertama. Kedua, Thomas berargumentasi bahwa kalau kita
melacak penyebab gerak (motion), kita tidak dapat meneruskan berjalan mundur
tanpa batas. Alasan yang secara eksplisit diberikan dalam Summa Theologica
untuk menyangkali hal itu adalah kalau hal itu terjadi maka tidak akan ada
Penggerak/Penyebab Pertama (First Mover). Namun alasan yang digunakan sebagai
premis ini jugalah yang digunakan sebagai kesimpulan di akhir argumen. Argumen
ini dimaksudkan untuk membuktikan keberadaan First Mover, namun First Mover ini
diasumsikan dulu sebagai sesuatu yang ada untuk menolak infinite regress
(mundur tidak terbatas). Karena itu jelas argumen ini adalah sebuah kekeliruan
(fallacy). Alasan ketiga yang akan kita bahas lebih rumit. Namun karena terkait
dengan hal yang banyak diperdebatkan saat ini, maka pantas diberikan perhatian
lebih.
Bagi Thomas Aquinas, ada dua cara
mengenal Allah. Pertama melalui teologi negatif. Hal itu tidak akan kita bahas
di sini. Kedua melalui metode analogi. Karena Allah adalah pure being, tanpa
bagian, yang esensiNya identik dengan keberadaanNya, maka istilah-istilah yang
diterapkan pada Allah tidak dapat digunakan tepat dengan cara yang sama dengan
pada saat diterapkan pada ciptaan. Kalau dikatakan bahwa seorang manusia
bijaksana dan Allah bijaksana, harus diingat bahwa kebijaksanaan manusia adalah
kebijaksanaan yang diperoleh/dipelajari, sementara itu Allah tidak pernah
belajar. Pikiran manusia tunduk kepada kebenaran; kebenaran adalah pimpinannya.
Namun pikiran Allah adalah penyebab kebenaran karena Allah memikirkannya, atau
mungkin lebih baik diformulasikan, Allah adalah kebenaran. Karena itu istilah
pikiran tidak memiliki arti yang tepat sama pada manusia dan pada Allah. Hal
ini tidak hanya berlaku untuk istilah-istilah di atas, tetapi juga pada gagasan
tentang eksistensi. Karena keberadaan Allah adalah esensiNya – identitas yang
tidak dapat diduplikasikan- maka bahkan kata keberadaan (existence) tidak
berlaku sama (univocal) pada Allah dan pada ciptaan.
Pada saat yang sama, Thomas tidak
mengakui bahwa istilah-istilah itu juga memiliki arti berbeda sama sekali
(equivocal). Pada saat dikatakan bahwa playboys lead fast lives, while ascetics
fast, kata [fast] dalam kedua anak kalimat itu tidak memiliki arti yang sama.
Walaupun huruf-huruf dan pengucapannya sama, kandungan intelektual dalam kedua
anak kalimat itu berbeda sama sekali. Thomas memilih jalan tengah antara
perbedaan makna (equivocation) dan kesatuan makna ketat (strict univocity)
dengan mengatakan bahwa kata-kata bisa digunakan secara analogis; dan dalam hal
Allah dan manusia, predikat yang digunakan diterapkan secara analogis.
Jika makna analogis dari bijaksana
atau keberadaan memiliki bidang arti yang sama [bagi manusia dan Allah], maka
bidang arti ini pasti dapat dikemukakan dengan menggunakan satu istilah yang
berlaku untuk keduanya. Istilah ini dapat digunakan untuk Allah dan untuk
manusia. Namun Thomas menekankan bahwa tidak ada istilah yang dapat diterapkan
demikian. Implikasinya adalah semua sisa kemungkinan makna identik di antara
keadaan terhapus. Namun kalau memang demikian adanya, bagaimanasebuah argument
– argument kosmologis – secara formal syah kalau premis menggunakan satu
istilah dengan pengertian tertentu dan dalam kesimpulannya menggunakan istilah
yang sama dengan arti yang berbeda sama sekali? Premis argument kosmologis
berbicara tentang eksistensi penggerak/penyebab (mover) dalam kisaran
pengalaman manusia; kesimpulannya terkait dengan keberadaan Penggerak/Penyebab
Pertama. Namun, jika istilah ini tidak dapat dipahami dengan pengertian yang
sama, maka argument tersebut keliru/salah (fallacious). Karena itu, upaya untuk
secara Thomistik menghubungkan iman dan akal budi gagal – lebih karena
pandangannya tentang akal budi dari pada terhadap iman-; perlu ada upaya lain
untuk membela rasionalitas wahyu.[5]
Daftar Pustaka
1.
Mudji Sutrisno dan F. Budi Hardiman.
Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. 2005. Jakarta. Penerbit: BPK Gunung Mulia.
2.
http:/// www.filsafat.com
Drs.Atang Abdul
Hakim, filsafat umum,(pustakasetia bandung)hlm.:267
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking