FILSAFAT EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologo
dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah theory
of knowledge. Epistemologi berasal dari asal kata episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, dan
logos berarti teori. Dalam rumusan lain disebutkkan bahwa epistemology adalah
cabang filsafat yang mempelajari cara memperoleh pengetahuan.
Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan
bahwa epistemology is the branch of philosophy
which investigates the origin, structur, methods, and validity of knowlege. Itulah
sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat pengetahuan karena ia
membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemology untuk pertama kalinya muncul
dan digunakan oleh J.F Farrier pada tahun 1854.
Menurut teori pengetahuan
epistemologi pengetahuan manusia ada tige macam, yaitu pengetahuan Sains,
pengetahuan Filsafat, dan pengetahuan Mistik. Pengetahuan itu diuperoleh
manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Ada
beberapa alasan yang beberapa tentang ini :
1. Empirisme
Kata
ini berasal dari kata Yunani empirikos
yang berasal dari kata emperia, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Thomes
Hobbess, Jhon Lock, dan David Hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan
dapat dirasakan manfaatnya, panndangan orang terhadap filsafat merosot. Hal ini
terjadi karena filsafat tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu
pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan.
2. Rasionalisme
Rasionalisme
dipelopori oleh Rene Descartes
(1596-1650) yang disebut bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu
hokum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu,
tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang
berdiri sendiri menurut satau metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai
hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilih-pilih (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langka
ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara pengenal secara dinamis.[1]
3. Positivisme
Filsafat
positivism lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah
diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya.
Maksud fositif adalah segala kejala dan segala yang tampak seperti apa adanya,
sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Tokoh alitan ini adalah August Comple
(1798-1857) menurut pendapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung
dalam tiga tahap yaitu:
1. Tahap teologi
2. Tahap metalisis
3. Tahap ilmiah atau positif.[2]
4. Intuisionisme
Menurut
Henri bergson (1859-1941), ia menganggap tidak hanya indera terbatas, akal juga
terbatas. Akal hanya dapat memahami
suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Akal hanya mampu
memahami bagian-bagian dari objek, kemudian bagian-bagian itu digabunngkan oleh
akal. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal seperti diterangkan di
atas, bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki
manusia, yaitu intuisi. Ini adslah
hasil evolusi pengembangan yang tingggi.
Landasan
epistemologi ilmu, tercermin secara operasional dalam metode menyusun
pengetahuannya berdasarkan:
a. Kerangka pemimpinan yang bersifat logis
dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang
telah berhasil disusun.
b. Menjabarkan hipotesis yang merupakan
deduksi dari kerangka pemikiran tersebuut.
c. Melakukan verifikasi terhadap hipotesis
termasuk untuk menguji kebenaran pernyataan secara factual.
Kerangka
pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam
mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verfikasi secara empiris berarti
evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotensis terhadap kenyataan
faktual.
Epistemologi
atau teori pengetahuan ialah cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengendaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[3]
Metode
empiris yang telah dibuka oleh Aristoteles mendapat samburan yang benar pada
zanam Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Dua diantara karya-karya yang menonjol adalah the advancement of learning (1606) dan Novum Orgoaum (organum baru).
Filsafat Bacon mempunyai peran
penting dalam metode industri dan sistematisasi prosedur ilmiiah menurut
Russel, dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu untuuk member
kekuasaan pada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Bacon mengkitik
filsafat Yunani yang menurutnya lebih menekankan perenungan dan akibatnya tidak
mempunyai praktis bagi kehidupan manusa. Ia menyatakan, “the great mistake of greek philosophers was the spent so much time in
theory, so little in observation”.
Karena
itu, usaha yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan.
Menurutnya, pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan dan tidak akan
bermakna kecuali ia mempunyai kekuasaan yang dapat membantu manusia meraih
kehidupan yang lebih baik, “knowledge is
power, it is not opinion to be held, but a work to be done, I am laboring to
lay the foundation not of any sector of doctrine, bun of utility and power”.
Bagi
Descartes (1596-1650 M), persoalan dasar dalam filsafat pengetahuan bukan
bagaimana kita tahu, tetapi mengapa kita dapat membuat kekeliruan? Salah satu
cara untuk menentukan sesuatu yang pasti dan tidak dapat diraguakn ialah dengan
melihat seberapa jauh hal itu bias diragukan. Bila kita secara sistematis
mencoba meragukan sebanyak munngkin pengetahuuan kita, akhirnya kita akan
mencapat titik yang tak bias diragukan sehingga mengetahui kita dapat dibangun
di atas kepastian absolut.
Prosedur
yang disarankan Descartes untuk mencapai kepastian ialah keraguan metodis
universal, keraguan ini bersifat universal karena direntang tanpa batas, atau
sampai keraguan ini membatasi diri. Artinya usaha menragukan itu akan berhenti
bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Usaha meragukan ini disebut
metodik karena keraguan yang diterapkan disini merupakan cara yang digunakan
oleh penalaran reflektif filosofi
untuk mencapai kebenaran.
Pengetahuan
yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1. Metode
Induktif
Industry
yaitu suatu metode yang menyimpulkan penyatan-penyataan dari hasil obserfasi
disimpulkan dalam suatu ppernyataan yang lebih umum.[4]
Dan menurut suatu pandangan yang luas diterima,, ilmu-ilmu empiris ditandai
oleh metologi induktif, suatu inferensi bias disebut induktif bila bertolak
dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil
pengembangan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
2. Metode
Deduktif
Deduktif
ialah suatu metode yang menyimppulkan bahwa data-data empiric diolah lebih
lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut.[5]
Hal yang harus ada dalam metode deduktif
ialah adanya perbandinagan logis antara kesimpulam-kesilpulan itu sendiri. Ada
penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut
mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain
dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empisis
kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
3. Metode
positivism
Metode
ini dilakukan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkaldari apa yang
telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia menyampaikan segala uraian/
persoalan yang di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak
metafisika. Apa yang diketahui secara positif. Adalah segala yang tampak dan
segala yang gejala. Dengan demikian metode ini dapat dalam bidang filsafat dan
ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut
Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologi,
metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa dibalik
segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
4. Metode
kontemplatif
Metode
ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihailkan pun akan berbeda-beda harusnya
dikembangkan suatu kemampuan akall yang disebuat dengan intuisi. Pengetahuan
yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi
seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
5. Metode
Dialektis
Dalam
filsafat, dialektika mula-mula berarti metode Tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat.[6]
Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi ligika.
Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam
kehidupan sehari-hari dialektika berarti
kecakapan untuk melakukan pendekatan. Dalam teori pengakuan ini merupakan
bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu
seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.
Hegel
menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan filsafatnya, lebih luas dari
itu, menurut Hegel dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dan dialektika di
sini berarti mengompromikan hal-hal yang berlawanan seperti:[7]
v Dictator, di sini manusia diaatur dengan
baik, tetapi mereka tidak punya kebebasan (tesis)
v Keadaan diatas menampilakan lawannya,
yaitu Negara anarki (anti tesis) dan warga Negara mempunyai kebebasan tanpa
batas, tetapi hidup dalam kekacauan.
v Tesis dan anti tesis ini disintesis,
yaitu Negara demokrasi. Dalam bentuk ini kebebasan warga dibatasi oleh
undang-undang dan hidup masyarakat tidak kacau.
Dalam
bidang filsafat, Descartes mewariskan suatu metode berpikir yang menjadi
landasan berpikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langka-langka tersebut adalah:[8]
1. Tidak menerima apapun sebagai hal yang
besar, kecuali kalu diyakini senndiri bahwa itu memang besar.
2. Memilih-milih masalah menjadi
bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaian.
3. Berpikir runtut dengan mulai dari hal
yang sederhana sedikit demi sedikit untuk mencapai ke hal yang paling rumit.
Sedangkan
perkembangan ilmu pengetahuan di zaman kontemporer di tandai dengan berbagai
teknologi canggih. Teknologi dan informmasi terhasuk salah satu yang mengalami
kemajuan yang pesat. Mulai dari penemuan computer, satelit komunikasi,
internet, dan lain-lain. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang begitu tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi
dan informasi.
Bidang
ilmu lain juga mengalami kemajuan pesan, sehingga terjadi
spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuan kontemporer mengetahui
hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilma kedokteran pun semakin menajam
dalam spesialis dan subspesislis. Demikian bidang-bidang ilmu lain di samping
kecendrungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya,
sehingga di hasilkan dihasilkannya budang ilmu baru seperti bioteknologi dan
psikolinguistik.[9]
[1] Achmadi Asmoro, Filsafat
Umum, Jakarta: Rajawali Press, 2010,
Hlm.115
[2] Achmadi Asmoro, Filsafat
Umum, Jakarta: Rajawali Press, 2010: 121
[3] Dw. Hamlyn, History of
Epistemology, dalam Paul Edwards, The
Encyclopedia of Philosophy, 1967, hlm 9.
[4] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat
Ilmu, (Yogyakarta:Liberty, 1996), hlm. 109.
[5] Ibid.
[6] Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm.125.
[7] Ahmad Tafsir, Filasfat Umum; Akal
Dan Hati; Thales Sampai Capra, (Bandung: Remaja Posdakarya, 1990), hlm. 153
[8] Tim Dosen Filsafat Ilmu, op.cit.
hlm. 48.
[9] Ibid., hlm. 52.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking